Bebas dari Jerat Hukum, Dua Tersangka Kasus Bahan Peledak di Situbondo Ajukan Restitusi

SITUBONDO, SBINews.id – Setelah melalui serangkaian proses peradilan yang panjang, Moh. Sholeh dan Herno, dua warga Situbondo yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan kepemilikan bahan peledak, akhirnya dapat bernapas lega. Mahkamah Agung (MA) melalui putusan kasasi Nomor 531/K/PID/2025 dan Nomor 524/K/PID/2025 yang diputuskan pada Selasa, 29 April 2025, menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Penuntut Umum.

Dengan ditolaknya kasasi tersebut, putusan bebas yang sebelumnya dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Situbondo terhadap keduanya berkekuatan hukum tetap. Selama proses penyidikan hingga persidangan, baik Moh. Sholeh maupun Herno harus menjalani penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Situbondo selama delapan bulan.

Example 379x315

Merasa dirugikan atas penahanan yang tidak berdasar tersebut, keduanya melalui kuasa hukumnya, Hendriansyah, S.H., M.H., menyatakan akan mengajukan permohonan restitusi atau ganti kerugian.

Ditemui usai mengetahui putusan kasasi, Hendriansyah menyampaikan keprihatinannya atas tindakan aparat penegak hukum (APH) yang dinilai keliru dalam menerapkan hukum.

“Saya selaku kuasa hukum dari Muhammad Sholeh merasa prihatin ya dengan tindakan aparat penegak hukum yang kemudian malah salah menerapkan hukum. Harusnya lebih jeli dalam menganalisa hukum agar tidak terjadi putusan bebas seperti ini,” ujarnya, menyoroti kinerja Kejaksaan dan Kepolisian.

Lebih lanjut, Hendriansyah menjelaskan langkah hukum selanjutnya yang akan ditempuh pihaknya. “Yang pertama, saya akan minta ganti rugi atau restitusi. Kita masih menunggu putusan dikirimkan kepada kami dari Pengadilan Negeri Situbondo,” ungkap Hendriansyah.

“Sesuai persyaratan, pengajuan restitusi baru bisa dilakukan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, yaitu setelah 14 hari. Batas waktu pengajuan restitusi sendiri adalah 90 hari,” sambungnya.

Hendriansyah menambahkan bahwa pengajuan restitusi dapat dilakukan melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) atau langsung ke Pengadilan Negeri Situbondo.

Baca Juga:
Menkopolhukam RI Apresiasi Pengamanan Arus Mudik di Pantura Situbondo

Dalam wawancara tersebut, Hendriansyah juga menyinggung adanya indikasi perbuatan kesengajaan dari oknum APH dalam penetapan kliennya sebagai tersangka.
“Dalam fakta persidangan terungkap adanya jebakan yang dilakukan oleh oknum kepolisian. Klien kami, Muhammad Sholeh, tidak pernah bersinggungan dengan bahan peledak. Bahkan untuk mercon saja dia belum pernah bermain,” tegasnya.

Alasan utama pengajuan restitusi, menurut Hendriansyah, adalah kondisi keluarga kliennya yang sangat memprihatinkan.

“Muhammad Sholeh ini hidup sebatang kara, ayah dan ibunya sudah meninggal. Ia tinggal bersama kakaknya, namun kakaknya juga meninggal setelah putusan bebas pertama keluar. Selama delapan bulan penahanan, ia yang menjadi tulang punggung keluarga tidak bisa bekerja sebagai kuli bangunan dengan upah harian sekitar seratus ribu rupiah. Keluarga harus berutang untuk mengirimkannya ke penjara,” ungkap Hendriansyah dengan nada prihatin.

Selain beban ekonomi, Hendriansyah juga menyoroti beban sosial yang dialami kliennya dan keluarga. “Masyarakat awam tidak melihat ini putusan bebas atau apa. Yang jelas, saudara Muhammad Sholeh ini sudah masuk penjara selama delapan bulan. Proses pembersihan dan pemulihan nama baik itu penting, selain ganti rugi untuk menyelesaikan tanggungan utang,” katanya.

Mengenai nilai restitusi yang akan diajukan, Hendriansyah menyebutkan angka sekitar satu miliar rupiah. “Pertimbangan kami begini, biasanya dalam putusan pidana terdapat sanksi denda. Jika ada denda satu miliar rupiah dengan subsidi enam bulan penjara, maka dengan penahanan selama delapan bulan, seharusnya nilai restitusi lebih dari satu miliar,” jelasnya.

Kilasan Kasus:

Berdasarkan kronologi yang terungkap di persidangan, kasus ini bermula dari pesanan bahan peledak sebanyak lima ons dari seseorang bernama IIR kepada Moh. Sholeh pada 20 Maret 2024. Moh. Sholeh kemudian menghubungi Kartijo untuk mencari bahan peledak tersebut dan akhirnya mendapatkannya dari Herno. Pada 21 Maret 2024, Moh. Sholeh mengambil bahan peledak dari Herno dan menyerahkan uang sebesar Rp 200.000.

Baca Juga:
DPC PPP Situbondo Resmi Membuka Pendaftaran Bacabup dan Bacawabup

Penangkapan terhadap Moh. Sholeh dilakukan oleh anggota Satreskrim Polres Situbondo setelah adanya informasi dari masyarakat terkait transaksi jual beli bahan peledak. Dari tangan Moh. Sholeh ditemukan barang bukti berupa lima ons bahan peledak jenis low explosive. Pengembangan kasus kemudian mengarah pada penangkapan Herno yang diduga sebagai penjual bahan peledak tersebut.

Dalam tuntutannya pada 14 Oktober 2024, Penuntut Umum menuntut Herno dan Moh. Sholeh dengan pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan. Namun, Pengadilan Negeri Situbondo kemudian membebaskan Herno dan Moh. Sholeh dari segala dakwaan. Putusan bebas ini kemudian dikuatkan oleh Mahkamah Agung dengan menolak kasasi dari Penuntut Umum pada 29 April 2025.

Dengan putusan kasasi yang menolak permohonan Penuntut Umum, Moh. Sholeh dan Herno kini berhak untuk mengajukan restitusi atas kerugian materiil dan immateriil yang mereka alami selama proses hukum yang berjalan. Langkah ini menjadi babak baru dalam kasus dugaan kepemilikan bahan peledak di Situbondo, sekaligus menjadi sorotan terhadap kinerja aparat penegak hukum dalam menangani perkara pidana.

Penulis: HamzahEditor: Redaksi
error: