Iwan Suryadi, pengamat politik dan mantan komisioner KPU Situbondo
SBINews.id – Situbondo | Jumat (22/11/24)
Dengan gagalnya pelaksanaan debat ketiga pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Situbondo, masyarakat menilai bahwa KPU Situbondo telah gagal melaksanakan tugas pokoknya. KPU dianggap tidak mampu menjalankan fungsinya sebagai penyelenggara Pilkada Situbondo 2024.
Iwan Suryadi, seorang pengamat politik dan mantan komisioner KPU Situbondo, memberikan komentarnya terkait kegagalan tersebut.
“Saya mendapat informasi dari masyarakat bahwa debat ketiga digagalkan oleh pihak penyelenggara. Jika sudah menjadi kesepakatan bersama, maka harus dilakukan. Kesepakatan adalah aturan yang mengikat antara pihak-pihak yang bersepakat, terutama penyelenggara,” ujar Iwan.
Klarifikasi Sebelum Mengambil Keputusan
Iwan menegaskan bahwa tahapan yang telah diatur dalam regulasi dan disepakati bersama tidak boleh digagalkan tanpa alasan yang jelas. Sebelum menentukan keputusan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus melakukan klarifikasi terlebih dahulu.
“Apakah benar massa yang dikatakan pendukung Paslon 01 atau Paslon 02? Itu harus dikonfirmasi dulu. Tidak bisa menjustifikasi hanya berdasarkan warna kaos,” ujar Iwan.
Jika berbicara seperti itu, menurut Iwan tidak hanya yang berkaos oranye. “Banyak orang yang mungkin ada di sana karena memang banyak orang berseliweran. Apa sebab-sebab yang bisa menggagalkan debat sesuai regulasi?”
Ketentuan PKPU 13 Pasal 19: KPU Harus Klarifikasi Ketidakhadiran
Dalam PKPU 13, khususnya pasal 19, terdapat tiga ketentuan yang mengatur ketidakhadiran: menjalankan ibadah agama seperti umroh, sakit atau berhalangan karena kesehatan yang harus dibuktikan dengan surat keterangan sehat. Jika kehadiran tidak hadir tanpa alasan, KPU harus menyampaikan di papan pengumuman bahwa yang bersangkutan tidak hadir. Namun, kali ini tidak ada pengumuman tersebut, yang berarti KPU menganggap semua paslon bisa hadir.
Barometer KPU ketika menggagalkan debat masih tidak bisa dikonfirmasi. Bagaimana cara pandang KPU melihat ini? Di sana ada Bawaslu dan Polres. Ketika berbicara keamanan, itu urusan Polres dan Bawaslu. Izin keramaian dan keamanan kampanye pertama kali dilakukan oleh Paslon kepada Kapolres. Yang menentukan aman atau tidaknya itu Kapolres, bukan KPU. Tapi KPU melampaui kewenangan, bahkan Kapolres tidak berbicara apa-apa.
Kewenangan Keamanan dalam Pemilu
Mengapa KPU berbicara tentang keamanan, padahal keamanan adalah topoksi Kapolres? Surat kegiatan yang dilakukan oleh Paslon pertama kali diajukan kepada Kapolres, baru tembusan kepada KPU dan Bawaslu. Namun, mengapa KPU melampaui kewenangan Kapolres dalam urusan keamanan?
Berbicara tentang keamanan bukanlah kewenangan KPU, melainkan Kapolres. Kapolres dan Bawaslu tidak mengeluarkan pernyataan, yang berarti mereka bisa mengamankan. Mengapa penyelenggara tidak mampu menyelenggarakan? Ini menjadi pertanyaan yang perlu dijawab.
Asas Penyelenggara dalam PKPU 13 Pasal 2: Kepastian Hukum dan Profesionalisme
Salah satu asas penyelenggara dalam PKPU 13 pasal 2 menyatakan bahwa harus ada kepastian hukum, asas profesionalisme, dan asas proporsionalisme. Artinya, penyelenggara harus berlaku adil kepada semua paslon dan bersikap profesional. Jika ada salah satu paslon merasa tidak nyaman, kecewa, atau terdiskriminasi, maka asas profesionalisme penyelenggara patut dipertanyakan.