Situbondo, SBINews.id – Selama menjelang masa Pilkada 2024, Pemerintah Daerah Kabupaten Situbondo banyak mengeluarkan kebijakan terselubung yang di luar nalar. Salah satunya adalah pelarangan penggunaan nuansa oranye kepada ASN dan tim petahana. Pembuktian terkait hal ini tertuang dalam sebuah pesan internal yang diduga berasal dari tim petahana dan ditujukan kepada kaum ibu-ibu. Kebijakan ini tak urung menuai kritik masyarakat secara luas. Minggu (30/6/24).
Salah satu tokoh masyarakat yang vokal menyuarakan ketidaksetujuan terhadap kebijakan tersebut adalah Yusuf Rio Wahyu Prayogo, atau biasa dipanggil Mas Rio. Menurutnya, pelarangan ini dianggap sebagai langkah yang berlebihan dan tidak berdasar. Ia berpendapat bahwa warna pakaian atau atribut tidak seharusnya menjadi indikator keberpihakan politik.
“Ini adalah bentuk pembatasan yang tidak perlu dan hanya akan menambah ketegangan di masyarakat,” ujar kandidat kuat calon Bupati Muda Situbondo 2024-2029 itu dalam sebuah wawancara.
Mas Rio Patennang (julukan akrabnya- red) menekankan bahwa yang seharusnya menjadi fokus utama adalah tindakan nyata ASN dalam menjalankan tugasnya dengan profesional dan tidak memihak. Ia mengingatkan bahwa ASN memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas dan kepercayaan publik terhadap pemerintahan. Oleh karena itu, menurutnya, kebijakan yang terlalu membatasi seperti ini justru dapat merusak citra ASN di mata masyarakat.
Lebih lanjut, Mas Rio mengajak semua pihak untuk lebih bijak dalam menyikapi kebijakan ini. Ia mengusulkan agar pemerintah lebih fokus pada pengawasan dan penegakan disiplin ASN dalam menjalankan tugasnya, daripada sekadar melarang penggunaan warna tertentu.
“Kita harus memastikan bahwa ASN bekerja sesuai dengan kode etik dan aturan yang berlaku, bukan hanya mempermasalahkan warna pakaian mereka,” tambahnya.
Kritik Mas Rio juga mendapat dukungan dari beberapa kalangan media dan aktivis Situbondo. Salah satunya adalah Hari. Ia berpendapat bahwa kebijakan ini bisa menjadi preseden buruk bagi kebebasan berekspresi dan berpendapat.
“Warna adalah bagian dari identitas dan ekspresi individu. Pelarangan penggunaan warna tertentu tanpa alasan yang jelas bisa dianggap sebagai bentuk pembatasan kebebasan,” ujar Hari.
Di sisi lain, pemerintah daerah berkilah bahwa kebijakan ini diperlukan untuk menjaga netralitas dan mencegah potensi konflik selama masa pemilu. Mereka menegaskan bahwa langkah ini diambil berdasarkan pertimbangan yang matang dan demi kebaikan bersama.
“Kami ingin memastikan bahwa ASN tidak terlibat dalam politik praktis dan tetap fokus pada tugas mereka sebagai pelayan publik,” kata seorang pejabat teras pemerintah yang tidak ingin disebut namanya.
Perdebatan mengenai kebijakan ini masih terus berlanjut. Banyak pihak yang berharap agar ada solusi yang lebih bijak dan tidak menimbulkan polemik di masyarakat. “Kita semua menginginkan pemilu yang damai dan adil. Mari kita bekerja sama untuk mencapainya tanpa harus mengorbankan kebebasan individu,” tutup Mas Rio.
Pewarta: Hamzah (dari berbagai sumber)
Editor: Redaksi