Krisis Rujukan Kesehatan di Situbondo: Antara Kebijakan dan Hak Pasien?

waktu baca 2 menit
Jumat, 8 Mar 2024 08:34 0 452 Editor

Foto: H. Tolak Atin, Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Situbondo

 

Situbondo, SBINews.id – H. Tolak Atin, anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Situbondo, mengecam dugaan adanya instruksi yang melarang rujukan pasien dari puskesmas ke rumah sakit swasta sebagai tindakan yang menginjak-injak hak pasien dan mengabaikan etika medis.

 

Polemik kebijakan rujukan kesehatan ini semakin memanas dengan tuduhan diskriminasi yang diarahkan kepada pemerintah daerah. Persoalan ini menjadi topik pembahasan utama dalam audiensi yang digelar di lantai 2 Gedung DPRD Kabupaten Situbondo. Kamis (7/3/24).

 

“Kebijakan tersebut mencerminkan ketidakpahaman akan esensi pelayanan kesehatan yang seharusnya diberikan kepada pasien!” sergah H. Tolak Atin dengan nada tegas.

 

Ia juga menyoroti bahwa kebijakan ini tampaknya diarahkan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan cara yang tidak logis dan berpotensi merugikan dan menganiaya masyarakat pemanfaat fasilitas kesehatan daerah.

 

“Seharusnya rumah sakit pemerintah bisa mengembangkan strategi independen untuk mencapai target Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tanpa harus mengarahkan pasien secara paksa ke rumah sakit milik pemerintah!” ujar anggota dewan yang terkenal vokal itu.

 

Ia juga menyerukan penghargaan bagi rumah sakit swasta yang telah memberikan kontribusi signifikan terhadap kesehatan masyarakat Situbondo dan menolak segala bentuk diskriminasi yang terjadi di bawah kendali pemerintahan era Bung Karna.

 

Di tempat dan waktu yang sama, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo, dr. Sandy Hendrayono, berusaha meredam kontroversi dengan menegaskan bahwa di dalam sistem rujukan yang diterapkan berdasarkan Perbup No. 69 Tahun 2020 tidak melarang rujukan ke rumah sakit swasta.

 

“Namun saya menegaskan bahwa khusus untuk pasien program SEHATI (Situbondo Sehat Gratis – red) harus dirujuk ke rumah sakit pemerintah, belum bisa kerjasama dengan rumah sakit swasta,” tegas dr. Sandy.

 

Kasus ini menyoroti ketegangan antara kebijakan pemerintah daerah dan kebutuhan serta hak-hak pasien, memicu debat tentang keadilan dan transparansi dalam layanan kesehatan di Kabupaten Situbondo.

 

Munculnya polemik ini menunjukkan perlunya dialog yang konstruktif antara pemerintah daerah dan penyedia layanan kesehatan untuk memastikan bahwa hak pasien terlindungi dengan kualitas pelayanan kesehatan yang setara dan dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat.

 

Kontroversi ini bukan hanya tentang rujukan pasien, tetapi juga tentang bagaimana kebijakan kesehatan dapat mencerminkan nilai-nilai keadilan sosial dan menghormati hak asasi manusia. Dengan adanya tuduhan diskriminasi ini, masyarakat Situbondo menantikan tindakan nyata dari pemerintah daerah untuk mengatasi masalah ini dengan bijaksana dan adil.

 

Pewarta: Red/Tim

Editor: Redaksi

LAINNYA
error: