SBINews.id – Situbondo, Kamis (13/2/25)
Pada akhir Januari (30/1/2025), Presiden Prabowo Subianto telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 6 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi. Aturan ini dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan produksi pertanian melalui pengaturan penyaluran pupuk bersubsidi.
Adapun jenis pupuk yang termasuk di dalamnya adalah pupuk urea, pupuk NPK, pupuk organik, pupuk SP 36 dan pupuk ZA. Pemerintah telah menetapkan alokasi pupuk bersubsidi tahun 2025 sebanyak 9,5 juta ton.
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Nasim Khan menyambut baik terbitnya Perpres ini. Menurutnya, Perpres ini merupakan bentuk perhatian serta dukungan Presiden kepada dunia pertanian khususnya para petani. Meski demikian, ia mengingatkan agar implementasinya dilakukan dengan hati-hati.
“Kami sangat mendukung Perpres ini karena ini menandakan Presiden memberikan perhatian serta dukungan kepada dunia pertanian khususnya para petani. Hanya saja, harus dilakukan secara hati-hati,” katanya.
Nasim juga meminta agar Kementerian Pertanian, Dinas Pertanian hingga Pupuk Indonesia selaku produsen pupuk, melakukan sosialisasi yang masif terkait Perpres ini. Menurutnya, selama ini proses distribusi pupuk dari produsen ke distributor kemudian ke kios dan pengecer sudah berjalan dengan baik.
“Apabila ada terjadi masalah pada penyaluran pupuk bersubsidi dengan skema lama, itu artinya ada oknum, bukan pada proses distribusinya,” sergah Nasim.
Pada Perpres ini, penyaluran pupuk bersubsidi disederhanakan dengan tujuan agar distribusinya menjadi lebih efisien dan transparan. Pada tahun 2024, PT Pupuk Indonesia melibatkan 1077 distributor untuk menyalurkan pupuk bersubsidi. Pada skema baru yang tercantum dalam Perpres, tidak ada peran distributor dalam penyaluran pupuk bersubsidi.
Jika sebelumnya proses distribusi pupuk bersubsidi dari produsen harus melalui distributor, kini petani yang tergabung dalam kelompok tani dapat langsung memperoleh pupuk bersubsidi dari produsen melalui kios-kios pengecer.
Dalam Perpres ini, pemerintah memberikan waktu enam bulan untuk penerapan penyaluran pupuk bersubsidi menggunakan skema baru ini. Nasim menilai waktu enam bulan ini terlalu singkat. Ia mempertanyakan kesiapan kios-kios dalam hal administrasi, akomodasi transportasi hingga permodalan untuk proses distribusi pupuk ke petani.
Berdasarkan laporan yang Nasim terima di Daerah Pemilihannya, banyak kios pengecer mengaku tak sanggup menggunakan skema ini. “Hampir 80 persen mereka belum siap dengan skema ini,” katanya lagi.
Seharusnya, kata Nasim, pemerintah melakukan pembaruan terkait penerima pupuk bersubsidi, sehingga diketahui mana yang layak dan mana yang tidak. Para petani yang tergabung di Gapoktan menurutnya harus ditinjau lagi karena masih ada petani yang pindah lahan atau bahkan yang sudah meninggal.
Bahkan, lanjut Nasim, ada yang tergolong mampu sehingga tak perlu lagi menerima pupuk bersubsidi. Ia juga meminta petugas PPL Dinas melakukan pembaruan data dengan melakukan sinergi dengan petugas pedesaan yang memahami proses penyaluran pupuk bersubsidi.
“Ini penting,” ujar Nasim. “Agar penerima pupuk bersubsidi menjadi tepat sasaran. Apabila ada pelanggaran dalam proses penyaluran pupuk bersubsidi, Satgas Pangan harus bekerjasama dengan aparat kepolisian untuk penegakan hukum secara tegas. Jangan sampai terjadi seperti kasus penyaluran elpiji,” pungkasnya.