Rapat Pansus LHP-BPK dengan Dinas Kesehatan Situbondo Berdasarkan Temuan BPK

SBINews.id – Situbondo | Rapat Panitia Khusus (Pansus) Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP-BPK) dengan Dinas Kesehatan Situbondo dalam rangka tindak lanjut berdasarkan hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) di kegiatan tahun 2023. Kegiatan ini dilaksanakan di Ruang Paripurna Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Situbondo. Senin (15/7/24).

 

Example 379x315

Johantono selaku Ketua Pansus LHP-BPK mengatakan bahwa rapat tersebut untuk membahas tentang persoalan pemerintah Kabupaten Situbondo yang masih memakai skema ganda dalam pelayanan kesehatan.

 

“Skema ganda pelayanan kesehatan itu berdasarkan rekomendasi BPK sebetulnya sangat tidak dianjurkan. Artinya, BPK mendorong bagaimana kemudian pemerintah daerah ini menggunakan satu pelayanan kesehatan,” ujar Pria yang juga menjabat sebagai anggota dewan dari Fraksi PKB Situbondo.

 

Kenapa BPK tidak menganjurkan?

 

“Karena layanan kesehatan yang ganda itu tidak maksimal. Makanya dorongan BPK itu bagaimana kemudian pemerintah daerah ini memaksimalkan layanan kesehatan terhadap masyarakat,” sambung Johantono.

 

Johantono menjelaskan bahwa pemerintah daerah sekarang memakai dua skema. Ada BPJS yang pembayarannya disubsidi oleh pemerintah daerah, lalu kemudian masih ada program Sehati. Berdasarkan atas dorongan BPK itu, pemerintah daerah seharusnya segera mengintegrasikan layanan kesehatan ini kepada Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

 

Artinya, menurut Johantono, bagaimana masyarakat ini bisa memegang kartu BPJS semua. Ketika BPJS ini diberlakukan kepada seluruh warga, tentu ada kewajiban-kewajiban yang harus ditanggung warga. Kewajiban-kewajiban ini nantinya daerah yang membayar, tidak dibebankan kepada masyarakat.

 

Lebih lanjut, Johantono menekankan bahwa pelayanan ini tidak boleh ada batasan, harus berapa berobat di rumah sakit. Selama ini sehati hanya membatasi pembiayaan maksimal sebesar 10 juta. Sementara bagi warga yang berobat lebih dari 10 juta, mereka tidak diperbolehkan pulang dari rumah sakit karena tidak ada jaminan untuk proses penambahan kekurangan bayar oleh pasien.

Baca Juga:
Penyelewengan Bapang Seletreng: PT YASA Akan Mempidanakan Pelaku

 

“APBD kita ini kan 2 triliun, tadi itu sempat dihitung sama Kepala Dinas Kesehatan bahwa kebutuhan kita itu tiap tahun hanya 53 miliar. Itu anggaran yang sangat kecil sebetulnya, karena APBD kita itu 2 triliun,” paparnya.

 

Berikutnya Johantono juga menjabarkan persoalan yang menjadi acuan Pansus sehingga pemberdayaan jaminan kesehatan masyarakat ini perlu ditingkatkan lebih lagi, “Terus terang saya selaku anggota DPRD seringkali mendapatkan telepon dari konstituen saya. Mereka ngamar opname di rumah sakit umum nggak bisa pulang karena pembiayaan sehati itu hanya 10 juta. Sementara tanggungan yang harus dibayar 15 juta. Mereka nggak punya uang tambahannya.”

 

Maka dari itu, selaku Ketua Pansus LHP-BPK, Johantono terus mendorong bagaimana program Sehati ini diintegrasikan dengan program JKN. “Karena ketika sudah terintegrasi dengan JKN maka proses pelayanan kesehatannya ini sudah berupa BPJS.”

 

Mengenai kemudahan pelayanan Sehati yang selama ini selalu digembar-gemborkan, cukup dengan KTP, ternyata tidak demikian. Hasil temuan di lapangan, faktanya masyarakat masih diributkan dengan persoalan administrasi dan lain-lainnya. Menurut penjelasan Johantono, pelayanan ini justru akan lebih mudah kalau masyarakat sudah pegang kartu BPJS.

 

“Tinggal datang ke rumah sakit untuk berobat. Bahkan bukan hanya di Situbondo saja. Tergantung pasiennya mau berobat di mana. Namun harus sesuai dengan aturan dan regulasi,” kata Johantono.

 

Pewarta: Hamzah

Editor: Redaksi

error: