Situbondo, SBINews.id – Pemerintah pusat dan daerah memiliki kewenangan masing-masing dalam menentukan tarif pajak bumi dan bangunan (PBB). Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD) yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 5 Januari 2022.
Salah satu hal yang menjadi perbedaan tarif PBB di setiap daerah adalah nilai jual objek pajak (NJOP) yang menjadi dasar pengenaan pajak. NJOP adalah nilai yang ditetapkan oleh kepala daerah berdasarkan Pasal 40 angka (7) UU HKPD.
Namun, NJOP tidak boleh sembarangan ditetapkan. Ada batasan minimal dan maksimal yang harus dipatuhi oleh kepala daerah. Pasal 40 angka (5) UU HKPD menyebutkan bahwa NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 ditetapkan paling rendah 20 persen dan paling tinggi 100% dari NJOP setelah dikurangi NJOP tidak kena pajak.
Selain itu, tarif PBB juga tidak boleh melebihi 0,5 persen dari NJOP. Ini diatur dalam Pasal 41 UU HKPD. Tarif PBB yang berupa lahan produksi pangan dan ternak juga harus ditetapkan lebih rendah daripada tarif untuk lahan lainnya. Tarif PBB ini kemudian dituangkan dalam peraturan daerah (Perda).
Kepala daerah diharapkan dapat menyesuaikan NJOP dengan perkembangan wilayah dan perekonomian. Misalnya, kawasan yang dibangun infrastruktur tentu memiliki nilai lahan yang lebih tinggi daripada kawasan yang belum terbangun. Dengan demikian, nilai NJOP dengan nilai lahan di pasaran tidak terlalu jauh berbeda.
Pewarta: Sumakki
Editor: Redaksi