SITUBONDO – Tantangan Bupati Situbondo, Yusuf Rio Wahyu Prayogo atau akrab disapa Mas Rio, disambut gemilang oleh Paguyuban Batik Situbondo. Mereka berhasil menciptakan motif batik terbaru bertema “maronggi” atau daun kelor, yang diperkenalkan langsung kepada Bupati dalam sebuah pertemuan di Kantor Pemkab Situbondo pada Minggu (25/5/25).
“Senang sekali, setelah kita kasih tantangan, ternyata paguyuban ini mampu menyelesaikan batik maronggi ini,” ujar Mas Rio, mengungkapkan rasa bangganya.
Mas Rio tidak segan memuji kreativitas dan semangat para pembatik, menyebutnya sebagai langkah konkret dalam mengangkat Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) lokal. Ia menegaskan bahwa dukungan terhadap produk daerah, termasuk batik khas Situbondo, adalah kunci.
“Ini bagian dari usaha Pemkab Situbondo mendukung UMKM naik kelas. Kita punya banyak pengrajin yang berpotensi. Mari sama-sama menggunakan batik maronggi, sebuah identitas asli Situbondo,” tegas Bupati Muda itu.
Tak hanya sebatas imbauan, Mas Rio secara khusus mengajak Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkab Situbondo untuk turut serta mengenakan batik maronggi dalam kegiatan formal. “Bupatinya menggunakan batik maronggi, masak para ASN tidak?” tantangnya, disambut antusias.
Motif “maronggi” sendiri terinspirasi dari tumbuhan daun kelor yang melimpah di hampir seluruh desa di Situbondo. Desainnya yang unik dan kaya warna diharapkan menjadi identitas baru bagi batik Situbondo.
Ummi Salamah, perwakilan dari Paguyuban Batik Situbondo, menyampaikan rasa syukurnya atas perhatian pemerintah daerah. “Alhamdulillah, insya Allah ke depannya kami yakin batik Situbondo akan terus dipakai oleh seluruh masyarakat Situbondo,” ujarnya optimis.
Ia menjelaskan bahwa tantangan dari Bupati justru menjadi pemicu bagi para pengrajin untuk lebih kreatif dalam mengembangkan motif dan variasi warna. “Mas Bupati menantang kami para pengrajin batik untuk mendesain berbeda-beda motif dan warna, kaya warna. Salah satunya adalah batik maronggi naik kelas,” jelas Ummi.
Batik maronggi dibanderol dengan harga bervariasi, mulai dari Rp200.000 hingga Rp700.000 per lembar, tergantung jenis kain dan bahan yang digunakan. “Karena memang kainnya berbeda, bahannya berbeda,” kata Ummi.
Ia juga menambahkan bahwa harga bisa disesuaikan dengan permintaan konsumen, menunjukkan fleksibilitas paguyuban. “Kalau ada request harga bervariatif, monggo. Kami siap melayani untuk Situbondo naik kelas,” pungkasnya.
Keberhasilan produksi batik motif maronggi ini menjadi bukti nyata komitmen Pemkab Situbondo dalam mengangkat potensi lokal dan memperkuat identitas daerah melalui produk batik khas Situbondo. Akankah batik maronggi benar-benar menjadi ikon baru Situbondo dan meramaikan kancah batik nasional? Waktu yang akan menjawab.