Ji Lilur Jelaskan Perombakan Kebijakan Ekspor Benih Lobster: Presiden Ambil Alih Kewenangan

SITUBONDO — Sebuah kebijakan baru yang mengejutkan industri perikanan nasional datang dari pemerintah. Terhitung sejak 1 Agustus 2025, Presiden RI Jenderal (Purn) Prabowo Subianto mengeluarkan perintah untuk menghentikan sementara ekspor benih bening lobster (BBL) ke Vietnam. Keputusan ini secara efektif melarang pengiriman BBL, bahkan satu ekor pun, dari Indonesia ke negara tersebut.

Langkah drastis ini mengindikasikan adanya pergeseran total dalam tata kelola perikanan, di mana Presiden kini mengambil alih otoritas penuh terhadap regulasi ekspor BBL. Kewenangan yang sebelumnya berada di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor 7 Tahun 2024, kini akan diatur ulang melalui Peraturan Presiden (Perpres).

Menurut informasi yang disampaikan oleh HRM. Khalilur R. Abdullah Sahlawiy, pendiri Bandar Laut Dunia Grup (BALAD) Grup, perombakan ini bertujuan menata ulang bisnis perikanan lobster agar lebih terstruktur dan memberi manfaat optimal bagi negara.

“Presiden akan menata ulang aturan main ekspor BBL di bawah otoritas Peraturan Presiden,” ujar aktivis anti korupsi yang sering dipanggil dengan sebutan Ji Lilur itu. “Ini bukan lagi di bawah aturan Kepmen KKP.”

Sebagai bagian dari penataan ulang, pengelolaan budidaya lobster, terutama untuk ekspor, tidak lagi ditangani oleh Badan Layanan Umum (BLU) Situbondo. Sebagai gantinya, akan dibentuk sebuah Satuan Tugas (Satgas) Budidaya Lobster yang bernaung langsung di bawah otoritas Perpres.

Satgas ini akan bersifat lintas kementerian dan lembaga (K/L), yang mencakup:

  1. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
  2. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
  3. TNI dan Polri
  4. Kejaksaan Agung
  5. Kementerian Keuangan (Kemenkeu)
  6. Kementerian Luar Negeri (Kemenlu)
  7. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
  8. Bahkan kemungkinan Kementerian Pertahanan (Kemenhan)

Keterlibatan berbagai instansi penegak hukum dan pengawas seperti KPK, BPK, dan Kejaksaan Agung menunjukkan komitmen pemerintah untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam bisnis ini.

Baca Juga:
Pesan Mas Rio kepada Guru Ngaji: (Part 2)

Ji Lilur menambahkan, Kementerian Keuangan akan membuat rekening khusus sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk menampung dana setoran ekspor BBL. Tarif PNBP yang baru akan turun menjadi 2.000 per ekor, lebih rendah dari tarif sebelumnya yang sebesar 3.000 per ekor saat dikelola BLU Situbondo. Penurunan ini terjadi karena biaya operasional BLU Situbondo sebesar 1.000 per ekor kini dihapus.

Proyeksi penerbitan Perpres ini diharapkan selesai pada akhir Agustus 2025, dan operasional budidaya lobster untuk ekspor diproyeksikan akan kembali berjalan pada akhir September atau awal Oktober.

Dalam narasi yang disampaikan, BALAD Grup mengklaim telah mendapatkan kuota budidaya luar negeri (Vietnam) sebesar satu miliar ekor per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan suplai yang sangat besar ini, BALAD Grup berencana menggerakkan potensi di tujuh provinsi, yaitu DIY, Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, Lampung, NTB, dan NTT.

“Sungguh memalukan apabila dapat kuota suplai satu miliar ekor per tahun dari Vietnam namun ternyata gagal suplai,” kata Ji Lilur.

Untuk memastikan target tersebut tercapai, BALAD Grup akan memfokuskan suplai dari tiga provinsi utama: DIY, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Dengan demikian, mereka yakin Indonesia dapat menjadi “kiblat baru usaha perikanan budidaya dunia”.

Ji Lilur mengakhiri pemaparannya dengan ajakan kepada para nelayan yang tertarik bermitra dengan BALAD Grup. “Langsung hubungi saya via WA: +84 39 632 4577,” pungkasnya.

Penulis: HamzahEditor: Redaksi
error: