Nasim Khan Bongkar Monopoli 11 Raksasa Gula Rafinasi, Petani Tebu Terancam Tergusur

JAKARTA – Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PKB, Nasim Khan, menyoroti dominasi segelintir perusahaan yang menguasai penuh jalur impor komoditas gula rafinasi di Indonesia. 11 perusahaan yang tergabung dalam Asosiasi Gula Kristal Rafinasi Indonesia (AGRI) kini menjadi pemain utama distribusi gula rafinasi. Menurutnya, kondisi ini berpotensi menimbulkan praktik kartel dan menekan peran petani tebu lokal. Mereka adalah:

  1. PT Angels Products,
  2. PT Jawamanis Rafinasi,
  3. PT Sentra Usahatama Jaya,
  4. PT Permata Dunia Sukses Utama,
  5. PT Dharmapala Usaha Sukses,
  6. PT Sugar Labinta,
  7. PT Duta Sugar International,
  8. PT Makassar Tene,
  9. PT Berkah Manis Makmur,
  10. PT Andalan Furnindo, dan
  11. PT Medan Sugar Industry.

Perusahaan-perusahaan tersebut mendapatkan izin khusus dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian untuk mengimpor gula mentah (raw sugar) dari negara pemasok utama seperti Thailand, Australia, dan Brasil. “Sebelas entitas inilah yang mengatur keluar-masuknya jutaan ton gula mentah setiap tahun. Pada 2022 saja, alokasi impor raw sugar untuk kebutuhan industri mencapai 3,4 juta ton, hampir setara dengan total kebutuhan gula rafinasi nasional,” ujar Nasim pada Rabu (6/8).

Gula mentah hasil impor kemudian diolah menjadi Gula Kristal Rafinasi (GKR) yang pasokannya ditujukan secara eksklusif untuk sektor industri, mulai dari makanan dan minuman hingga farmasi dan kosmetik.

Politikus PKB tersebut menilai, struktur distribusi yang sangat tertutup ini rentan memicu pengendalian harga dan pasokan oleh segelintir pihak. Publik pun nyaris tidak memiliki akses untuk mengetahui rincian kuota impor masing-masing perusahaan maupun detail distribusinya.

“Proses perizinan impor gula rafinasi memang ketat. Namun dengan hanya 11 perusahaan yang memegang kendali, transparansi dan akuntabilitas perlu benar-benar dipertanyakan,” tegas legislator asal Asembagus, Jawa Timur itu.

Baca Juga:
Grand Opening RUPANUSA: Mewujudkan Situbondo Smart Melalui Rumah Pasar Nusantara

Nasim mengingatkan bahwa Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar dalam budidaya tebu lokal. Dari total kebutuhan gula nasional 4,5–5 juta ton per tahun, hanya sekitar 2,5–3 juta ton yang mampu diproduksi di dalam negeri. Sisanya, khususnya untuk kebutuhan industri, harus dipenuhi lewat impor.

Jika kondisi ini tidak segera dibenahi, ia khawatir semangat petani tebu yang mulai tumbuh dalam beberapa tahun terakhir akan kembali padam. “Saya sangat khawatir, petani yang beberapa tahun terakhir sudah mulai percaya pada budidaya tebu bisa kapok menanam lagi,” ujarnya.

Ia menambahkan, tata niaga gula dari tebu rakyat saat ini tengah berada dalam situasi krisis. Kondisi tersebut semakin diperparah oleh sikap pedagang besar yang enggan membeli tebu petani.

“Kami berharap ada solusi konkret untuk kesejahteraan petani tebu rakyat. Kalau tidak, situasi ini bisa makin memperlebar jurang ketimpangan antara korporasi besar dengan petani,” pungkas Nasim.

Penulis: HamzahEditor: Redaksi
error: