Zulfikar Soroti Peredaran Gula Rafinasi Ganggu Penjualan Gula Petani, Dorong Satgas Pangan Bertindak

SITUBONDO – Anggota Komisi II DPRD Kabupaten Situbondo dari Fraksi PKB, Zulfikar Purnama Rahman (biasa dipanggil dengan sebutan Mas Oki), mengungkapkan keprihatinan mendalam terkait peredaran Gula Kristal Rafinasi (GKR) yang dinilainya mengganggu penjualan Gula Kristal Putih (GKP) milik petani tebu lokal.

Sebagai seorang legislator sekaligus petani milenial, Mas Oki menuturkan bahwa saat ini gula milik petani sulit terjual dalam lelang, bahkan hingga enam periode berturut-turut. Kondisi ini, menurutnya, sangat memukul semangat petani dan berbanding terbalik dengan cita-cita swasembada gula yang menjadi salah satu program prioritas Presiden Prabowo Subianto.

“Rembesan kuota gula impor rafinasi yang seharusnya hanya diperuntukkan bagi industri, kini masuk ke pasar rumah tangga. Hal ini harus segera diatasi agar tidak merusak tata niaga gula yang pada akhirnya merugikan petani,” tegas Mas Oki, Selasa (12/8/25).

Ia mengapresiasi langkah Anggota Komisi VI DPR RI, Nasim Khan, yang menginisiasi audiensi bersama petani tebu di Situbondo dan Bondowoso. Dalam pertemuan tersebut, disepakati perlunya Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan kementerian terkait dan pedagang besar untuk mencari solusi konkret.

“Pertemuan dengan Bang Nasim memberi angin segar. Kami berharap FGD nanti benar-benar membuahkan kebijakan yang melindungi petani tebu,” ujarnya.

Selain itu, Mas Oki juga mendorong peran aktif Satgas Pangan yang melibatkan Polri, TNI, dan Kejaksaan untuk memperketat pengawasan distribusi GKR di pasar. Menurutnya, kontrol pasar yang ketat adalah kunci agar gula rafinasi tidak lagi mengintervensi ruang jual gula petani lokal.

Berdasarkan Permendag No. 1 Tahun 2019 jo Permendag No. 17 Tahun 2022, produsen dilarang menjual GKR kepada distributor, pedagang pengecer, atau konsumen langsung. GKR hanya boleh dipasarkan kepada industri pengguna.

Baca Juga:
Demo IMSAK Jilid II Menjadi Berkah Tersendiri Bagi Pedagang

Untuk skala usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), distribusi hanya boleh melalui koperasi anggota, dengan syarat memiliki dukungan kementerian terkait koperasi. Industri pengguna pun wajib memiliki izin usaha yang sah, dan pelanggaran akan dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis .

Kemenperin, melalui Permenperin No. 47 Tahun 2024, menegaskan bahwa GKR yang diproduksi hanya boleh digunakan sebagai bahan baku industri dan tidak boleh masuk ke pasar konsumen. Ini merupakan upaya menjaga tata niaga gula agar tidak merugikan petani dan produsen GKP .

Gula masuk dalam kategori barang pengawasan berdasarkan Keppres No. 57 Tahun 2004. Kementerian Perindustrian dan Perdagangan bekerja sama dengan Satgas Pangan (Polri, TNI, Kejaksaan) serta instansi terkait untuk memastikan distribusi GKR sesuai ketentuan .

Pemerintah mengimbau pelaku industri gula, termasuk penggilingan, distributor, dan pabrik gula, untuk menyerap hasil panen petani tebu sesuai Harga Acuan Penjualan (HAP) di tingkat produsen/petani sesuai dengan Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 12 Tahun 2024, yaitu Rp 14.500 per kilogram (kg).

Terlepas dari regulasi yang cukup jelas (membatasi GKR hanya untuk industri dan mewajibkan distribusi melalui kanal terkontrol) penerapannya di lapangan masih lemah. Rembesan ke pasar konsumen terjadi karena lemahnya pengawasan, “kelonggaran” di sejumlah titik distribusi, serta minimnya tekanan sanksi yang efektif.

Sementara itu, petani dan produsen GKP menghadapi tekanan berat: harga acuan yang stagnan dan kesulitan pemasaran. Upaya dialog lewat FGD dan sinergi dengan Satgas Pangan menjadi harapan utama untuk memperbaiki keseimbangan tata niaga gula nasional, demi menopang cita-cita swasembada dan kedaulatan pangan ala Presiden Prabowo Subianto.

Penulis: HamzahEditor: Redaksi
error: