Isu Pembubaran DPR, Supriyono: “Tidak Mungkin! Yang Perlu Dibenahi adalah Sistemnya!”

Oleh: Dr. H. Supriyono, S.H., M.Hum.

SBINews.id – Isu pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali mencuat dalam wacana publik belakangan ini. Narasi tersebut memantik pro dan kontra, terutama soal relevansinya dengan sistem ketatanegaraan di Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, akademisi dan praktisi hukum, Dr. H. Supriyono, S.H., M.Hum. (Ji Yon), menegaskan bahwa pembubaran DPR tidak mungkin dilakukan karena lembaga legislatif merupakan salah satu pilar utama dalam sistem pemerintahan. Menurutnya, di manapun di dunia, sistem pemerintahan selalu terdiri dari tiga pilar utama: legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

“Sehingga kalau kemudian bicara soal pembubaran DPR, bukan lagi soal setuju atau tidak setuju, tapi apakah iya legislatif itu bisa dibubarkan? Karena legislatif adalah salah satu komponen tata pemerintahan. Jadi tidak mungkin,” ujarnya tegas.

Ji Yon menambahkan, yang perlu diperbaiki bukanlah eksistensi lembaga tersebut, melainkan sistem dan perangkat hukum yang menopang jalannya pemerintahan. Menurutnya, dalam sistem hukum Indonesia dikenal tiga komponen penting: struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum.

“Substansi hukum berkaitan dengan aturan dan norma, struktur hukum terkait dengan person atau aparat, termasuk anggota DPR, sementara budaya hukum lebih pada nilai-nilai yang hidup di masyarakat. Ini yang perlu dikoreksi, bukan dibubarkan,” jelasnya.

Ji Yon menyinggung bahwa isu pembubaran DPR seringkali dipicu oleh sentimen publik terkait kenaikan tunjangan anggota dewan. Meskipun gaji pokok tidak naik, kenaikan tunjangan tetap menimbulkan persepsi negatif di masyarakat.

“Ini yang harus kita garis bawahi, kenapa publik marah. Bukan lantas menjadikan alasan untuk membubarkan DPR. Karena apapun tidak mungkin,” tuturnya.

Lebih jauh, Ji Yon mengingatkan bahwa Indonesia menganut sistem presidensial, bukan parlementer. Artinya, kabinet bertanggung jawab kepada presiden, bukan kepada parlemen.

Baca Juga:
Kebijakan Penurunan Pajak Bumi dan Bangunan, Bentuk Kepedulian Mas Rio Terhadap Rakyatnya

“Jadi apapun alasannya, pembubaran DPR dalam konteks sistem kita adalah hal yang tidak realistis,” sambungnya.

Namun, Ji Yon juga tidak menutup mata terhadap kelemahan DPR dalam menjalankan fungsi representasi rakyat. Menurutnya, peran DPR dalam menyerap dan memperjuangkan aspirasi masyarakat masih sangat minim.

“Kalaupun ada, hanya segelintir. Bisa dihitung dengan jari siapa yang betul-betul berdaya mewakili rakyat, terutama di dapil-dapil tertentu,” paparnya.

Ji Yon menilai, akar persoalan terletak pada sistem pemilu yang masih memberi ruang besar bagi politik uang. Akibatnya, yang terpilih bukanlah mereka yang memiliki kapasitas terbaik, melainkan mereka yang memiliki modal finansial lebih kuat.

“Ini bukan hanya di DPR RI, tapi juga di DPR provinsi, DPR kabupaten, sampai kota. Hampir semua yang terpilih kualitas SDM-nya kurang, termasuk di Situbondo,” tegasnya.

Ji Yon menambahkan, kecenderungan anggota dewan yang lebih condong pada kepentingan kekuasaan dan finansial tidak bisa dilepaskan dari proses pencalonan yang mahal.

“Karena selama proses menjadi dewan, mereka menggunakan uang. Maka setelah jadi, ya tentu ada keinginan untuk mengembalikan uang yang sudah keluar,” katanya lugas.

Hal ini, menurutnya, berdampak pada lemahnya fungsi kontrol DPR terhadap pemerintah. Fungsi pengawasan yang seharusnya dijalankan dengan tegas, kerap bergeser menjadi transaksional.

“Misalnya dalam pembahasan APBD, seharusnya ada kritik dari dewan. Tapi kemudian eksekutif menawarkan proyek-proyek tertentu. Lalu dibalas dengan menaikkan jatah aspirasi masyarakat (jasmas) melalui mekanisme tertentu. Akhirnya selesai begitu saja. Itu yang disebut transaksional,” ungkap Ji Yon.

Pengacara Senior sekaligus Dosen Hukum ternama itu bahkan menyebutkan bahwa praktik semacam itu sudah menjadi rahasia umum. Ada semacam kesepakatan “bawah tanah” yang mencerminkan politik transaksional antara legislatif dan eksekutif.

Baca Juga:
UMKM Situbondo Naik Kelas: Strategi Kepala Daerah Menuju Ekonomi Daerah yang Tangguh

“Itu nyata terjadi. Maka yang perlu kita luruskan adalah sistemnya, bukan membubarkan DPR,” tandasnya.

Ji Yon menekankan bahwa tantangan ke depan adalah menciptakan sistem politik dan hukum yang lebih sehat. Salah satunya dengan mengurangi dominasi uang dalam pemilu, sehingga yang terpilih benar-benar mereka yang memiliki integritas, kapasitas, dan komitmen terhadap rakyat.

“Kalau sistemnya masih mengedepankan uang, jangan harap kualitas DPR membaik. Yang ada justru semakin pragmatis, semakin transaksional. Padahal, legislatif itu sangat vital dalam menjaga keseimbangan kekuasaan,” pungkasnya.

Penulis: Dr. H. Supriyono, S.H., M.Hum.Editor: Hamzah
error: