Anak Perangkat Desa Brakas Madura Hamili Gadis Di Bawah Umur Gegerkan Warga Curah Cottok Situbondo

SITUBONDO – Desa Curah Cottok, Kecamatan Kapongan, Kabupaten Situbondo, mendadak digemparkan oleh kasus hubungan di luar nikah yang melibatkan seorang gadis di bawah umur, sebut saja Fulana, dan seorang pria dewasa berinisial Fulan. Hubungan keduanya bahkan telah membuahkan seorang bayi yang lahir beberapa hari lalu.

Fulan diketahui merupakan jebolan salah satu pondok pesantren ternama di Situbondo. Ia juga putra dari seorang perangkat desa di Desa Brakas, Kecamatan Raas, Kabupaten Sumenep, Madura. Sementara Fulana (16) tercatat sebagai siswa Kelas 2 di salah satu SMK di Situbondo, dan masih tinggal bersama kedua orang tuanya di Curah Cottok dan diketahui belum cukup umur secara hukum.

Kabar kehamilan Fulana yang saat itu telah memasuki usia delapan bulan membuat geger warga sekitar. Ketika itu, orang tua Fulan sempat menjanjikan pernikahan anaknya dengan Fulana sebagai bentuk tanggung jawab atas perbuatannya. Namun, hingga Fulana melahirkan, janji tersebut tak kunjung dipenuhi.

Mirisnya, keberadaan Fulan bahkan sempat tak diketahui. Ia dikabarkan berada di Pulau Bali untuk bekerja. “Saya baru tahu setelah masyarakat ramai membicarakan,” ungkap Kepala Desa Curah Cottok, Samsuri Abbas, saat dikonfirmasi wartawan.

Menurut Kades Abbas, orang tua Fulana telah ia tegur secara langsung. “Orang tua Fulan bahkan saya marahi,” katanya dengan nada tegas. Ia menilai keluarga Fulana tidak menunjukkan sikap tegas terhadap musibah yang menimpa Fulana.

Lebih lanjut, Abbas mengungkap bahwa Fulan sebelumnya sempat membuat surat pernyataan bersedia menikahi Fulana. Pernyataan tersebut dibuat ketika Fulan mengaku sedang bekerja di Bali. Meski demikian, hingga kini tidak ada perkembangan berarti terkait rencana pernikahan tersebut.

Kasus ini menimbulkan kekhawatiran sekaligus kemarahan warga, mengingat yang menjadi korban adalah seorang anak di bawah umur. Beberapa warga bahkan mendesak agar pihak berwenang segera turun tangan menangani kasus ini sesuai hukum yang berlaku.

Baca Juga:
Lagi-lagi Tergugat Karna Suswandi Tidak Hadir Dalam Sidang Mediasi

Secara hukum, perbuatan Fulan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya Pasal 81 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang perlindungan anak, yang menyebutkan:

“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan persetubuhan terhadap anak, diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama lima belas tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah).”

Dalam hal ini, jika terbukti bahwa Fulana masih di bawah umur dan tidak dalam ikatan pernikahan yang sah, maka tindakan Fulan termasuk dalam kategori persetubuhan terhadap anak, meski dilakukan dengan suka sama suka.

Selain itu, merujuk pada Pasal 284 KUHP, hubungan seksual di luar nikah merupakan delik aduan yang bisa diproses jika dilaporkan oleh pihak yang berkepentingan, yakni orang tua korban atau wali sah.

Dari aspek sosial dan agama, kasus ini juga menjadi tamparan keras, terlebih karena Fulan merupakan lulusan pesantren dan anak seorang tokoh masyarakat di Madura. Harapan masyarakat terhadap akhlak dan tanggung jawab moral Fulan seakan pupus karena sikap menghindar yang ia tunjukkan.

Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Situbondo menyayangkan kasus ini dan mendorong agar korban mendapat pendampingan hukum dan psikologis. “Kami sudah menghubungi keluarga korban dan siap memberikan bantuan hukum jika diperlukan,” kata seorang perwakilan LPA.

Sementara itu, pihak kepolisian setempat menyebutkan bahwa kasus ini bisa masuk dalam penyelidikan jika ada laporan resmi dari keluarga korban. Hingga berita ini diturunkan, belum ada informasi lanjutan apakah keluarga Fulana akan menempuh jalur hukum. Bahkan jika kedua orang tua Fulan bisa terjerat tindak pidana penelantaran anak.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa penyuluhan tentang kesehatan reproduksi, tanggung jawab sosial, dan perlindungan anak masih sangat diperlukan, terutama di lingkungan pedesaan. Selain itu, aparat desa diimbau lebih aktif dalam memantau dan melaporkan jika terjadi indikasi pelanggaran hukum terhadap anak.

Baca Juga:
Eko Febrianto Melaporkan Aktivitas Tambang Ilegal di Desa Binor ke KPK dan Kementerian

Masyarakat berharap, tidak ada lagi korban seperti Fulana. Terlebih, anak hasil hubungan di luar nikah ini akan tumbuh di tengah stigma dan beban sosial yang tidak mudah. Sudah seharusnya negara hadir melindungi hak-hak anak dan menegakkan keadilan bagi korban.

error: