Gus Lilur Soroti Kasus Penambangan Liar di Area Wisata Religi Asta Tinggi Sumenep

Dok.Foto: Penyidik Polres Sumenep setelah monitoring dari lokasi pengurukan di Asta Tinggi Sumenep, pada hari Senin, 30 Desember 2024

JAKARTA – Presiden RI Prabowo Subianto mengambil langkah signifikan dengan rencana membentuk Komite Reformasi Polri. Inisiatif strategis ini muncul sebagai respons langsung atas serangkaian unjuk rasa yang berujung tragis pada akhir Agustus lalu, memicu desakan untuk evaluasi dan perbaikan menyeluruh terhadap institusi Kepolisian Republik Indonesia.

Komite tersebut diharapkan menjadi jalan pembuka bagi reformasi internal, dan hasilnya akan menjadi bahan pertimbangan penting dalam proses revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Revisi UU Polri sendiri telah ditetapkan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025-2029.

“Hasil-hasil itu nanti ketika pembahasan terkait dengan RUU Kepolisian itu kan bisa menjadi bahan, ya,” ujar Wakil Ketua DPR Saan Mustopa di Kompleks Parlemen, Jakarta, membenarkan kaitan antara hasil komite dengan revisi UU.

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengungkapkan bahwa komite ini kemungkinan akan beranggotakan sekitar sembilan orang. Meskipun susunan lengkap belum resmi ditetapkan, Prasetyo memastikan akan ada mantan Kapolri yang bergabung.

“Mungkin kurang lebih sekitar sembilan. Ada lah (eks Kapolri). Beberapa nama lah,” kata Prasetyo.

Satu nama besar yang sudah dipastikan bergabung adalah eks Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Pemerintah menyambut baik kesediaan Mahfud untuk ikut serta. “Alhamdulillah beliau menyampaikan kesediaan untuk ikut bergabung,” tambah Prasetyo, seraya menegaskan bahwa Ketua Komite masih belum diputuskan. “Tunggu lah,” ujarnya.

Rencana pembentukan Komite Reformasi Polri ini mendapat respons positif dari berbagai kalangan, termasuk pegiat anti korupsi HRM Khalilur R Abdullah Sahlawiy atau akrab disapa Gus Lilur.

Menurut Gus Lilur, perbaikan dan evaluasi dalam setiap institusi, termasuk Polri, adalah sebuah keniscayaan. Ia berharap Komite Reformasi mampu mendorong institusi kepolisian menjadi lebih profesional, transparan, dan akuntabel.

Baca Juga:
Mengenal Google Genesis AI dan Peran AI dalam Dunia Jurnalisme

“Seperti yang disampaikan Mensesneg di media, kita semua sangat mencintai institusi Kepolisian, tetapi tentunya ada beberapa hal yang mungkin perlu dilakukan perbaikan, evaluasi,” ujarnya.

Gus Lilur lantas menyoroti fenomena maraknya dugaan kasus tambang liar di sekitar Jawa Timur, khususnya di Madura, yang menurutnya membutuhkan penanganan serius.

Secara spesifik, ia menyinggung kasus aktual dugaan penambangan galian C di sekitar area wisata religi Asta Tinggi, Sumenep, Madura. “Dari informasi yang saya dapat kejadian itu dilaporkan oleh pihak keturunan Raja-Raja di Sumenep melalui Yayasan keluarga, namun hingga saat ini aktivitas penambangan terus berjalan,” ungkapnya, mengindikasikan adanya dugaan lemahnya penegakan hukum.

Klarifikasi dari pihak pelapor, Yayasan Panembahan Somala (YPS), membenarkan adanya laporan tersebut. Ketua YPS, RB Moh Amin, menyatakan telah melaporkan Dugaan Pertambangan Tanpa Izin (PETI) atau Tambang Liar (Illegal Mining) di Daerah Lamak Asta Tinggi.

YPS telah mengajukan dua laporan pengaduan:

  1. Kepada Polres Sumenep dengan Nomor: 03/YPS/III/2023, tertanggal 6 Februari 2023.
  2. Kepada Dirreskrimsus Polda Jatim dengan Nomor: 17/YPS/VI/2024, tertanggal 19 Juni 2024, yang kemudian dilimpahkan kembali ke Polres Sumenep.

Amin menjelaskan bahwa aktivitas pertambangan ilegal itu berada di area tanah milik yang dikelola oleh YPS, dan bukti-bukti kepemilikan mereka klaim kuat.

Mirisnya, sejak laporan pertama diajukan pada Februari 2023 hingga Juni 2024, tidak ada perkembangan signifikan—yang berarti aktivitas pertambangan tetap beroperasi. Bahkan, setelah laporan kedua dan pelimpahan dari Polda Jatim, Polres Sumenep sempat melakukan pengecekan lokasi pada 30 Desember 2024.

“Penyidik Polisi datang ke lokasi dan melihat aktivitas pertambangan tersebut. Namun sampai saat ini tidak ada tindak lanjut meskipun saat cek lokasi, Polisi sudah melihat aktivitas dan alat berat di lokasi tersebut,” jelas Amin.

Baca Juga:
Saatnya Situbondo Berbenah: Pembangunan Pro Environment Jadi Kunci Utama Hadapi Bencana

Menurut Amin, terakhir kali pihaknya melihat aktivitas pertambangan yang diduga ilegal tersebut beroperasi, lengkap dengan alat berat, adalah pada 19 September 2025, menegaskan mandeknya penanganan kasus di tingkat kepolisian daerah. YPS menyatakan memiliki bukti foto dan video terkait hal ini.

Penulis: HamzahEditor: Hamzah
error: