Ji Lilur Selangkah Lebih ke Depan Menuju Raja Dolomit Nusantara

SBINews.id – Pagi itu, Senin (25/8/25), suasana kamar hotel Sheraton Surabaya menjadi saksi langkah awal seorang pengusaha tambang asal Gresik, HRM. Khalilur R Abdullah Sahlawiy, yang lebih dikenal dengan sapaan Ji Lilur. Setelah menuntaskan sarapannya, ia bersiap menuju Kecamatan Panceng, sebuah kawasan pesisir di Kabupaten Gresik yang menyimpan potensi mineral melimpah.

Bagi Ji Lilur, perjalanan kali ini bukan sekadar rutinitas bisnis. Ada dua misi besar yang menunggu: meninjau konsesi tambang dolomit miliknya sekaligus memetakan tiga lokasi tanah yang diproyeksikan untuk pabrik dolomit skala raksasa. Ia menyebutnya dengan istilah Melejit Bersama Dolomit.

Saat menapaki lahan tambang, Ji Lilur mendapati fakta yang menguatkan ambisinya. Lapisan dolomit di Panceng ternyata mencapai kedalaman hingga 50 meter. “Depositnya bisa ratusan juta ton,” ujarnya penuh antusias.

Potensi tersebut mengingatkannya pada kisah dua sahabatnya, pengusaha batubara di Kalimantan Selatan, yang berangkat dari tambang dengan kedalaman hanya 40 meter. Meski batubara mereka berkalori rendah, penjualan puluhan juta ton per tahun telah mengantarkan mereka ke jajaran konglomerat, bahkan mendapat penghargaan dari istana.

Bagi Ji Lilur, cerita itu justru menjadi pembanding. “Batubara hanya untung Rp50 ribu sampai Rp100 ribu per ton. Sementara dolomit, marginnya bisa Rp350 ribu per ton,” paparnya pada Rabu (27/8/25).

Ji Lilur menjelaskan, harga dolomit jenis mess 100 di pasar berada di kisaran Rp600 ribu per ton. Sementara biaya produksi maksimal hanya Rp250 ribu. Jika pabrik berkapasitas 1 juta ton per bulan berdiri, omzet bisa menembus Rp600 miliar per bulan.

“Kalau serius, dolomit bisa lebih dahsyat dari batubara. Ini peluang emas,” tegasnya.

Secara legal, dolomit di Gresik memang tak banyak yang memiliki izin operasi produksi. Dari tiga IUP OP yang sah, satu di antaranya adalah milik Ji Lilur. Selain itu, ia mengaku memegang 17 blok tambang yang tersebar di Gresik dengan status WIUP dan IUP eksplorasi.

Baca Juga:
Tarif PBB Berbeda di Setiap Daerah, Ini Penjelasan UU HKPD

“Untuk Lamongan, saya pemilik tambang dolomit terbanyak. Bisa dibilang, saya raja tambang di dua kabupaten itu,” katanya tanpa ragu.

Namun, optimisme itu bercampur dengan kegelisahan. Ji Lilur menyoroti keberadaan 12 pabrik dolomit di Panceng yang berdiri tanpa tambang legal. Pabrik-pabrik itu, menurutnya, bertahan hidup dengan pasokan dari tambang ilegal yang sudah berlangsung bertahun-tahun.

“Mereka menyuplai kementerian pertanian dan jutaan hektar perkebunan sawit. Padahal pasokannya ilegal,” ungkapnya.

Kondisi tersebut, baginya, menunjukkan betapa rapuhnya tata kelola industri dolomit nasional. “Negara butuh dolomit legal, tapi justru yang jalan pabrik-pabrik ilegal. Kalau aparat hukum mau tegas, Polri, Kejaksaan, dan KPK harus turun,” ujarnya.

Tak berhenti di situ, Ji Lilur juga melayangkan kritik pedas pada sejumlah tokoh agama yang menurutnya abai pada realitas ekonomi rakyat dan justru sibuk bersanding dengan kekuasaan.

“Negeri ini kaya, tapi rakyat masih miskin. Jangan biarkan suplai ilegal dan korupsi menghancurkan masa depan bangsa,” katanya lantang.

Di tengah kesibukan surveinya, menjelang Dhuhur, Ji Lilur mengambil jeda sejenak. Di bawah rindangnya pohon mangga, ia menundukkan kepala, berdoa agar diberi kekuatan.

“Ya Allah, negeri ini Engkau buat kaya, tapi rakyatnya masih miskin papa. Beri hamba kekuatan untuk membawa bangsa ini menuju kebahagiaan melalui pendidikan dan iman,” ucapnya lirih.

Bagi Ji Lilur, dolomit bukan sekadar tambang, melainkan jalan menuju visi besar: membangun kemandirian ekonomi bangsa. Ia menutup pernyataannya dengan satu deklarasi yang mengandung optimisme sekaligus tantangan.

“Salam Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Saya, HRM Khalilur R Abdullah Sahlawiy, Raja Dolomit Nusantara,” pungkasnya.

Penulis: HamzahEditor: Redaksi
error: