SITUBONDO – Pelayanan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kecamatan Jatibanteng menjadi sorotan publik setelah Ketua Gerakan Peduli Kebangsaan (GPK) yang juga seorang praktisi hukum, Taufik Hidayah, SH, menyampaikan kritik tajam terhadap kinerja pelayanan di kantor tersebut, Rabu (9/7/2025).
Dalam keterangannya kepada media, Taufik menuturkan bahwa sekitar pukul 10.30 WIB, dirinya mendatangi Kantor Dukcapil Jatibanteng untuk membantu warga mengurus Kartu Keluarga (KK) baru. Namun, setibanya di lokasi, ia mendapati situasi yang tidak biasa.
“Saya melihat banyak warga duduk di teras depan kantor pelayanan. Saat saya coba membuka pintu kantor, ternyata dalam keadaan terkunci,” ungkap Taufik.
Karena penasaran, ia memutuskan untuk masuk melalui ruangan lain yang bersebelahan dengan ruang pelayanan. Di sana, ia menemukan beberapa staf sedang duduk santai, sementara ruangan pelayanan utama terlihat kosong tanpa petugas.
“Saya tanya kenapa pelayanan tutup, mereka menjawab petugas operator sedang ke Situbondo mengambil berkas. Ketika saya tanyakan apakah tidak bisa dilayani oleh petugas lain, mereka menjawab tidak bisa karena membutuhkan akses aplikasi khusus,” kata Taufik.
Ia menilai kondisi ini sangat memprihatinkan. Pasalnya, pelayanan dasar yang menjadi kebutuhan utama masyarakat justru tidak bisa diakses secara maksimal. “Ini pelayanan publik, bukan pelayanan pribadi. Seharusnya ada sistem back-up agar masyarakat tetap bisa dilayani, apalagi jika hanya karena satu petugas tidak ada,” tegasnya.
Menurutnya, kelambanan dan ketidaksiapan pelayanan seperti ini berpotensi menghambat kepentingan warga dalam pengurusan dokumen penting seperti KTP, KK, akta kelahiran, dan lainnya.
Lebih lanjut, Taufik menyampaikan bahwa salah satu staf pelayanan mengakui bahwa keterbatasan personel menjadi penyebab utama pelayanan yang tidak maksimal. “Mereka sendiri mengatakan bahwa pelayanan membutuhkan tambahan personel,” ujarnya.
Situasi pelayanan yang kurang maksimal seperti ini, lanjut Taufik, dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, baik bagi masyarakat maupun citra instansi pemerintahan itu sendiri. Di antaranya adalah kesulitan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, terhambatnya proses pengurusan dokumen, hingga menurunnya kepercayaan terhadap instansi pelayanan publik.
“Warga jadi bolak-balik tanpa kepastian. Mereka bisa pulang tanpa hasil karena pelayanan tidak tersedia. Ini jelas mengecewakan,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa kondisi seperti ini rawan dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk melakukan praktik pungutan liar (pungli). “Saat masyarakat terdesak, bisa saja mereka bersedia membayar lebih demi pelayanan cepat. Ini harus diantisipasi,” tegasnya.
Melihat kondisi tersebut, GPK mendorong pemerintah daerah melalui Dinas Dukcapil Kabupaten Situbondo agar segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelayanan di Kecamatan Jatibanteng.
“Evaluasi ini penting, baik menyangkut jumlah petugas, sistem kerja, hingga pengawasan terhadap kedisiplinan dan profesionalisme ASN,” tandas Taufik.
Ia mengusulkan agar jam kerja petugas ditetapkan secara jelas dan diinformasikan kepada publik melalui berbagai media informasi yang mudah diakses. Selain itu, sistem pelayanan berbasis teknologi juga bisa menjadi solusi jangka panjang untuk meningkatkan efisiensi.
Beberapa hal yang disarankan untuk dibenahi antara lain:
- Penetapan jam kerja yang jelas: Jam operasional harus dipastikan dan disosialisasikan secara luas, termasuk adanya petugas pengganti saat operator utama berhalangan.
- Peningkatan kualitas pelayanan: Petugas pelayanan harus mendapatkan pelatihan tentang etika pelayanan publik, keramahan, dan efisiensi kerja.
- Informasi yang transparan dan mudah diakses: Prosedur pelayanan, syarat dokumen, hingga alur pengurusan harus dipajang di kantor maupun disebarluaskan melalui media sosial resmi kecamatan.
- Pemanfaatan teknologi: Sistem antrean online atau booking layanan bisa diterapkan untuk menghindari penumpukan masyarakat serta mempercepat proses pelayanan.
- Pengawasan ketat terhadap pelayanan publik: Diperlukan peran pengawas atau inspektorat internal agar tidak terjadi kelalaian, penyalahgunaan wewenang, maupun potensi pungli.
Terakhir Taufik Hidayah menegaskan bahwa kritik yang ia sampaikan bukan untuk menyudutkan, melainkan sebagai upaya memperbaiki pelayanan publik agar masyarakat mendapat haknya secara layak.
“Semua warga negara berhak mendapat pelayanan yang cepat, tepat, dan manusiawi. Jangan sampai masyarakat merasa dipersulit di negeri sendiri,” pungkasnya.