Berita  

Revolusi Kopi Situbondo: Teknologi Ohmic UNHAS Ciptakan Cita Rasa Luwak Tanpa Luwak

SITUBONDO – Kabupaten Situbondo mengambil langkah berani dalam mendongkrak potensi UMKM lokal, khususnya di sektor kopi. Melalui kolaborasi strategis antara Pemerintah Kabupaten Situbondo, Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar, dan Koperasi Merah Putih (KMP) Desa Baderan, Kecamatan Sumbermalang, sebuah inovasi revolusioner siap mengubah peta persaingan kopi premium: produksi kopi bercita rasa mirip kopi luwak menggunakan teknologi fermentasi Ohmic.

Perjanjian kerja sama bersejarah ini diteken antara KMP Desa Baderan dan PT Hadin Agrivisi Internusa, anak perusahaan UNHAS, di kediaman Kepala Desa Baderan pada Minggu (22/6/2025). Momen penting ini turut disaksikan secara daring oleh Dirjen Riset dan Pengembangan Kemendikbudristek, Dr. Faudzan Adziman, menandakan dukungan penuh dari pemerintah pusat.

Bupati Situbondo, Yusuf Rio Wahyu Prayogo, yang akrab disapa Mas Rio, menegaskan bahwa kolaborasi ini adalah perwujudan nyata dari sinergi triple helix yang melibatkan pemerintah daerah, dunia usaha, dan perguruan tinggi. Ia menyoroti peran sentral KMP Baderan sebagai penggerak utama dalam adopsi dan pengembangan teknologi ini.

“Kopi luwak itu harganya sangat mahal dan tidak semua orang bisa menikmatinya. Nah, teknologi Ohmic ini menjadi jalan pintas agar masyarakat luas bisa merasakan cita rasa kopi luwak tanpa harga fantastis,” ujar Mas Rio dengan antusias.

Teknologi Ohmic, sebuah temuan brilian dari Prof. Dr. Ir. Salengke dari UNHAS, diklaim mampu menghasilkan cita rasa yang sangat mendekati kopi luwak asli, namun dengan biaya produksi yang jauh lebih rendah. “Bayangkan, satu cangkir kopi luwak di luar negeri bisa mencapai Rp1,2 juta.

Dengan teknologi ini, kita bisa hasilkan rasa serupa dengan harga yang lebih terjangkau. Ini jelas memberikan nilai tambah dan daya saing bagi kopi Situbondo,” tambah Mas Rio, menggambarkan potensi ekonomi yang luar biasa.

Baca Juga:
Peserta Aksi Demo IMSAK Bantah Tuduhan Menerima Bayaran

Mas Rio mengungkapkan bahwa potensi kopi di Situbondo sangatlah besar. Hanya dari satu desa di wilayah Baderan, produksi kopi saat panen bisa mencapai 32 ton per hari, dengan perputaran ekonomi sekitar Rp30 hingga Rp40 miliar selama musim panen yang berlangsung empat bulan.

“Kalau harga green bean naik Rp50 ribu per kilogram karena nilai tambah dari teknologi ini, maka itu sudah sangat cukup untuk menutup HPP dan memberikan keuntungan bagi petani,” jelasnya, merujuk pada dampak positif langsung bagi kesejahteraan petani.

Sementara itu, Direktur Inovasi dan Kekayaan Intelektual UNHAS, Asmi Citra Malina, mewakili Rektor, menjelaskan bahwa teknologi Ohmic dirancang khusus untuk meningkatkan kualitas dan daya jual kopi Baderan.

“Kopi Baderan punya keunikan tersendiri, khususnya dari red bean-nya. Tapi sayangnya, selama ini harga jualnya masih rendah di tingkat petani. Maka kami hadir membawa teknologi ini agar kualitas meningkat dan harga ikut terdongkrak,” ujar Citra.

Ia memperkenalkan konsep kopi luwak tanpa luwak: produksi kopi berkualitas tinggi tanpa melibatkan hewan luwak. Berdasarkan hasil uji laboratorium di Jember, kopi hasil fermentasi Ohmic bahkan mencatat skor kualitas 87, lebih tinggi dibandingkan kopi luwak asli yang berada di angka 85.

“Dengan hasil yang bahkan lebih tinggi dari kopi luwak asli, serta volume produksi yang bisa ditingkatkan dan biaya yang lebih efisien, teknologi ini sangat potensial untuk direplikasi ke daerah lain,” kata Citra.

Obsesi ini menunjukkan ambisi untuk menyebarluaskan inovasi ini. Citra pun berharap agar teknologi Ohmic ini dapat dimanfaatkan oleh lebih banyak komunitas petani kopi di seluruh Indonesia sebagai solusi untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.

Penulis: HamzahEditor: Redaksi
error: