JAKARTA – Polemik usulan anggota DPR RI Komisi VI Fraksi PKB, Nasim Khan, terkait perlunya alokasi gerbong khusus merokok di kereta api, terus menuai tanggapan publik. Kali ini, Lembaga Studi Kebangkitan Bangsa (LSKB) menyatakan dukungan penuh terhadap gagasan tersebut.
Direktur Eksekutif LSKB, Fahmi Budiawan, menilai usulan Nasim sebagai langkah paling masuk akal untuk mengakomodasi kepentingan berbagai pihak. “Kami melihat usulan Pak Nasim ini paling masuk akal dan jadi jalan tengah untuk semua pihak. Para penumpang perokok terakomodir, KAI juga bisa mendapat extra benefits,” ujarnya saat diwawancarai wartawan di kawasan Prapanca, Jakarta Selatan.
Fahmi mengungkapkan, begitu polemik mencuat, pihaknya segera menghubungi langsung Nasim Khan yang merupakan legislator asal Situbondo, Jawa Timur. “Saya dan beberapa rekan LSKB langsung menemui dan beraudiensi dengan Pak Nasim. Kami menyampaikan keresahan publik atas usulannya,” kata Fahmi.
Menurut Fahmi, pertemuan tersebut berjalan konstruktif. Nasim disebut sangat terbuka menerima kritik dan masukan dari masyarakat. “Pak Nasim sangat terbuka menerima kritik masyarakat yang kami sampaikan. Beliau juga menjelaskan maksud dan argumennya soal gerbong merokok itu,” jelasnya.
Nasim beralasan, keberadaan gerbong merokok akan mengurangi risiko bahaya bagi penumpang yang kerap turun di setiap perhentian hanya untuk merokok. Selain itu, ia juga menyinggung besarnya kontribusi cukai rokok terhadap APBN yang nilainya tiga kali lipat dari dividen BUMN.
“Benar, tiap stasiun berhenti perokok keluar, itu bahaya fisik juga buang waktu. Jika ada gerbong khusus, masalah ini bisa teratasi. Perokok juga manusiawi, sementara cukai tembakau tiga kali lipat dividen BUMN,” tutur Nasim sebagaimana disampaikan Fahmi.
LSKB pun menegaskan dukungan penuh atas usulan tersebut. Fahmi menambahkan, gerbong khusus merokok bisa menjadi solusi agar hak penumpang perokok tetap terfasilitasi tanpa mengganggu kenyamanan penumpang nonperokok.
“Petani tembakau selama ini mandiri tanpa bantuan pemerintah, tapi kontribusinya besar terhadap APBN. Di luar negeri, semua tempat punya smoking area, termasuk bandara. Indonesia ada sekitar 70 juta perokok, jadi wajar kalau kebutuhan mereka juga dipikirkan,” pungkas Fahmi.