Berita  

Fiqih Kebersamaan Jadi Ruh Ngaji Literasi di Pendopo Situbondo

KH. Afifuddin Muhajir: Situbondo Harus Dibangun Bersama

SITUBONDO — Suasana Pendopo Aryo Situbondo berubah menjadi ruang dialektika yang hangat dan penuh hikmah dalam gelaran Ngaji Literasi bertema “Fiqih Kebersamaan: Situbondo Tak Bisa Dibangun Sendiri”. Rabu (18/6/25).

Acara yang menghadirkan ulama kharismatik, Dr. (H.C.) KH. Afifuddin Muhajir, M.Ag., sebagai pembicara utama ini menjadi momentum penting untuk membumikan nilai-nilai persatuan dan gotong royong dalam pembangunan sosial-kultural di Kabupaten Situbondo.

Ngaji Literasi yang digagas sebagai ruang refleksi dan perenungan ini tak sekadar menghadirkan pemikiran religius, tetapi juga menjembatani aspirasi masyarakat lintas generasi dan komunitas. Dipadati oleh peserta dari berbagai kalangan, mulai dari organisasi pemuda Islam, komunitas literasi, hingga pegiat seni, kegiatan ini berlangsung khidmat dan penuh semangat kebersamaan.

Wakil Bupati Situbondo, Ulfiyah, S.Pd.I., atau yang akrab disapa Mbak Ulfi, membuka acara dengan penuh semangat. Dalam sambutannya, ia menekankan pentingnya kolaborasi dan keterlibatan masyarakat luas dalam membangun daerah. “Situbondo tidak bisa dibangun sendirian. Perlu tangan-tangan banyak pihak, pemikiran dari berbagai segmen masyarakat, termasuk dari adik-adik mahasiswa, para ustadz, dan para komunitas. Semuanya penting,” ujarnya.

Mbak Ulfi juga menyampaikan apresiasi mendalam kepada panitia penyelenggara dan kepada KH. Afifuddin Muhajir yang telah meluangkan waktunya di tengah padatnya jadwal pengabdian kepada umat. “Beliau ini setiap hari aktivitasnya full, 24 jam melayani umat dan keilmuan. Tapi hari ini beliau hadir, menunjukkan perhatian dan cinta beliau kepada Situbondo,” tuturnya.

Ia menambahkan, kehadiran Ngaji Literasi ini sejalan dengan visi besar Kabupaten Situbondo, yaitu Situbondo Naik Kelas. Ia berharap bahwa forum-forum seperti ini mampu melahirkan gagasan strategis yang bisa menjadi pijakan dalam pengambilan kebijakan daerah yang berpihak pada masyarakat.

Baca Juga:
Timgap Respati Polrestabes Surabaya Berhasil Gagalkan Aksi Tawuran Antar Gangster

Memasuki sesi inti, KH. Afifuddin Muhajir, membedah tema Fiqih Kebersamaan dengan pendekatan yang mendalam namun mudah dipahami. Dalam paparannya, beliau menjelaskan bahwa Fiqih Kebersamaan adalah konsep keislaman yang menekankan hidup rukun, toleran, dan saling tolong-menolong dalam keberagaman. “Islam itu rahmat. Maka, fiqih bukan hanya soal halal-haram atau ibadah pribadi, tapi juga soal bagaimana kita hidup berdampingan, saling menghormati, dan menjaga persatuan,” terangnya.

Menurutnya, fiqih kebersamaan memiliki landasan syar’i yang kuat, bersandar pada ayat-ayat Al-Qur’an seperti QS. Al-Hujurat: 10 dan QS. Ali Imran: 103 yang menyerukan persaudaraan dan larangan terhadap perpecahan. Tujuan utamanya adalah menciptakan masyarakat yang damai, inklusif, dan menjunjung tinggi nilai-nilai sosial seperti tasamuh (toleransi), ta’awun (tolong-menolong), dan ta’aysy (hidup berdampingan).

“Kalau bicara membangun Situbondo, maka itu harus dengan gotong royong. Harus dengan kebersamaan. Islam tidak mengenal konsep membangun secara egoistik. Kita harus menyatukan kekuatan, terutama di tengah masyarakat yang majemuk ini,” ujar beliau tegas, disambut anggukan para peserta.

KH. Afifuddin juga memberikan contoh konkret praktik fiqih kebersamaan, mulai dari membangun kerja sama lintas ormas dalam kegiatan sosial, mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan desa, hingga memupuk harmoni antaragama dan antar kelompok melalui pendekatan budaya dan edukasi.

Usai paparan, acara berlanjut dengan sesi tanya jawab interaktif yang menyedot antusiasme peserta. Para perwakilan dari berbagai komunitas menyampaikan pandangan, pertanyaan, hingga gagasan tentang bagaimana nilai-nilai fiqih kebersamaan dapat diimplementasikan di tengah realitas Situbondo hari ini.

Beberapa organisasi yang hadir antara lain: PMII, IKSASS, IKMASS, IPNU, Pemuda Ansor, Pemuda Muhammadiyah, serta berbagai komunitas seperti Komunitas Seniman Muda, Tim Sinergis Kreatif, Gerakan Situbondo Membaca, Komunitas Film Maker Situbondo, Komunitas Musik OI, dan komunitas religi lainnya. Hadirnya komunitas lintas latar ini memperkuat semangat inklusifitas yang diusung tema acara.

Baca Juga:
Perlombaan Gembira HUT RI ke-79 di Puslatpurmar-5 Baluran

Salah satu suara yang mencuri perhatian datang dari pegiat seni dan budaya Situbondo, Alfebry Anggotro, atau lebih dikenal sebagai Mas Angga. Dalam wawancara terpisah, ia menyampaikan pentingnya menjadikan pendopo-pendopo di desa, kecamatan, dan kabupaten sebagai ruang hidup untuk literasi dan kreativitas.

“Pendopo jangan sampai teralienasi dari kegiatan komunitas. Teman-teman muda butuh ruang, butuh wadah, dan perlu sambutan dari pemangku kebijakan agar bisa berkembang,” ujarnya.

Mas Angga juga menekankan pentingnya sinergi lintas sektor. “Sudah saatnya kita menyengkuyung bareng-bareng, menciptakan vibe positif dan menyatukan energi. Situbondo Naik Kelas itu bukan slogan, tapi kerja bersama,” tambahnya penuh semangat.

Rangkaian kegiatan Ngaji Literasi ini diakhiri dengan pembacaan doa bersama, serta seruan kolektif dari seluruh peserta untuk menjadikan fiqih kebersamaan sebagai paradigma berpikir dan bertindak dalam membangun Situbondo yang lebih inklusif, harmonis, dan berkeadaban.

Dengan menghadirkan pemikiran Islam yang moderat dan menjembatani berbagai kelompok, Ngaji Literasi bukan sekadar forum diskusi, melainkan gerakan spiritual dan intelektual yang menawarkan harapan baru bagi Situbondo. Sebuah upaya konkret untuk membangun kota santri ini bukan hanya dari aspek fisik, tapi juga dari akar nilai dan budaya. Karena memang, sebagaimana temanya: Situbondo Tak Bisa Dibangun Sendiri.

Penulis: HamzahEditor: Redaksi
error: