SITUBONDO – Kasus dugaan pemukulan yang dialami oleh seorang warga Desa Kukusan, Kecamatan Kendit, Situbondo, oleh oknum Asper (Asisten Perhutani) KPH Bondowoso Unit II Panarukan berbuntut panjang. Meski telah melaporkan kejadian itu ke Polres Situbondo, korban bernama Pipit Rudianto mengaku belum puas dan memilih menyurati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta.
“Saya datang dengan niat baik untuk membantu Perhutani, tapi justru saya yang dipukul. Sementara kasus gundulnya hutan di Petak 44 sampai sekarang belum juga diungkap,” kata Pipit dengan nada kecewa, Jumat (25/7/2025).
Menurut Pipit, dirinya merasa menjadi korban kriminalisasi saat berupaya menunjukkan titik kerusakan hutan kepada jajaran Perhutani. “Saya ingin hutan yang rusak itu segera ditanami ulang, agar musim hujan nanti tidak menyebabkan banjir yang merugikan masyarakat. Tapi kenyataannya, justru saya dipukul dan diabaikan,” jelasnya kepada awak media.
Peristiwa itu terjadi pada Selasa, 22 Juli 2025. Saat itu, Pipit diundang oleh Waka KPH Bondowoso Utara, YN, untuk mendampingi survei lapangan di Blok Tanggulun, Petak 44. Turut serta dalam rombongan antara lain TFK (Asper), KRT (KRPH Kendit), dan beberapa staf lainnya. Namun, saat di lokasi, Pipit mengaku ditinggal berdua bersama Asper TFK.
“Tiba-tiba dia (oknum Asper) menantang duel lalu memukul wajah saya dua kali dan menendang saya hingga terjatuh dan menggelundung ke bawah,” ungkap Pipit. Usai kejadian itu, sang Asper disebut langsung melarikan diri, sementara Pipit berusaha mencari pertolongan.
Tak lama berselang, Pipit bertemu kembali dengan Waka KPH, YN, di area parkir. “Saya minta pertanggungjawaban karena saya hadir atas undangannya, tapi tidak direspons,” ujarnya. Dalam kondisi sempoyongan, Pipit mengaku langsung melapor ke Polres Situbondo, lalu dilarikan ke RS Elisabeth Situbondo dan dirawat selama beberapa hari.
Namun yang membuat Pipit semakin kecewa, pihak KPH Bondowoso melalui pimpinannya, MNR, justru memberikan pernyataan di media bahwa ia tidak dipukul, melainkan jatuh sendiri. “Itu sama saja menutupi fakta. MNR justru membela anak buahnya yang melakukan pemukulan. Pernyataan itu bisa menyesatkan dan menghilangkan fakta sebenarnya,” ucapnya geram.
Karena merasa tidak mendapat keadilan, Pipit kemudian membuat surat pengaduan resmi ke Gakkum KLHK. Dalam surat tertanggal 24 Juli 2025 itu, ia membeberkan kronologi lengkap pemukulan serta tudingan pembiaran kerusakan hutan oleh oknum Perhutani.
“Saya boleh curiga bahwa ini sudah ada kesepakatan untuk menghabisi saya. Bagaimana mungkin saya dipukul, tapi yang lain pura-pura tidak tahu, bahkan memberikan keterangan menyesatkan?” ungkapnya dalam surat tersebut.
Ia juga menyampaikan kekecewaannya atas sikap seluruh jajaran Perhutani yang terlibat. “Kayu hutan dicuri dibiarkan, pelaku pemukulan dibiarkan, dan saya yang membantu justru jadi korban. Kalau terus begini, hutan kita bisa habis,” tegasnya.
Lebih lanjut, Pipit meminta agar KLHK turun tangan mengusut secara hukum dan kedinasan kasus ini. Ia juga siap datang langsung ke Jakarta jika diperlukan. “Saya sudah diperiksa oleh penyidik Polres Situbondo, dan saya harap mereka tegas dan profesional,” ujarnya menutup pembicaraan.
Kasus ini mendapat sorotan luas dari masyarakat setempat, terutama aktivis lingkungan dan tokoh pemuda di Kecamatan Kendit. Mereka mendesak agar KLHK dan aparat penegak hukum segera menindak tegas pelaku pemukulan dan membongkar praktik pembiaran pencurian kayu di kawasan hutan.
“Jangan sampai orang yang berjuang menjaga hutan malah jadi korban, sementara pelaku pengrusakan hutan terus dibiarkan,” kata salah satu tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.
Hingga berita ini ditulis, pihak Perhutani KPH Bondowoso belum memberikan klarifikasi lanjutan atas tudingan tersebut. Awak media masih berupaya menghubungi pejabat terkait untuk memperoleh keterangan resmi.
Pipit berharap kasus yang menimpanya menjadi momentum evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan hutan di Situbondo. Ia juga meminta perlindungan hukum agar kejadian serupa tidak kembali menimpa masyarakat yang peduli terhadap lingkungan.












