SITUBONDO (SBINews.id) — Dalam momentum penuh makna menuju Hari Pahlawan Nasional, HRM Khalilur R Abdullah Sahlawiy (akrab disapa Gus Lilur) mengumumkan langkah monumental di sektor industri mineral dan pertanian nasional: peluncuran Dolomit dengan merk dagang “SATARA” (Sahabat Tanah Nusantara). Produk ini menjadi simbol kemandirian ekonomi sekaligus gerakan pemberdayaan berbasis sumber daya lokal, dengan semangat “Santri Berdaya, Santri Berbudidaya”.
Melalui keterangan resmi yang disampaikan Gus Lilur, Bandar Dolomit Nusantara Grup (BANDORA Grup) akan menggelar peluncuran resmi Dolomit merk “SATARA” pada 10 November 2025, bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan Republik Indonesia. Tanggal tersebut dipilih bukan tanpa alasan. Menurutnya, SATARA diharapkan menjadi “Pahlawan Tanah” yang menghidupkan kembali kesuburan bumi Nusantara dan menyejahterakan petani Indonesia.
Awalnya, peluncuran SATARA dijadwalkan pada 9 Desember 2025, bersamaan dengan Hari Antikorupsi Dunia. Namun, Gus Lilur menjelaskan bahwa jadwal tersebut dimajukan ke Hari Pahlawan sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai perjuangan, kerja keras, dan kejujuran yang menjadi ruh perjuangan ekonomi bangsa. “Kami ingin SATARA lahir di hari yang sakral, di mana semangat kepahlawanan hidup dalam setiap butir tanah Nusantara,” ujarnya, pada Jumat (24/10/25).
BANDORA Grup bersama Bandar Indonesia Grup (BIG) dan SANTRI Grup akan memulai kegiatan penambangan dolomit secara serentak di tiga kabupaten di Jawa Timur, yaitu Gresik, Lamongan, dan Tuban, pada minggu keempat Oktober 2025. Ketiga daerah tersebut dipilih karena memiliki cadangan dolomit berkualitas tinggi yang cocok untuk mendukung pertanian berkelanjutan.
Dalam struktur konsorsium industri ini, peran antar perusahaan telah diatur secara sinergis. Bandar Indonesia Grup (BIG) bertindak sebagai induk perusahaan yang menguasai sumber daya tambang, sementara SANTRI Grup menjadi kontraktor utama penambangan yang mengedepankan tenaga kerja santri dan masyarakat lokal. Hasil tambang selanjutnya akan dikelola dan dijual oleh BANDORA Grup dengan nama dagang SATARA.
Nama “SATARA” merupakan singkatan dari Sahabat Tanah Nusantara, yang bermakna simbolik: dolomit ini bukan sekadar mineral, tetapi sahabat sejati bagi tanah, petani, dan ekosistem. Gus Lilur menegaskan bahwa produk ini diciptakan untuk “menghidupkan kembali tanah-tanah yang lelah, memperkuat ketahanan pangan, dan mengurangi ketergantungan pada pupuk impor”.
Menjelang berdirinya pabrik dolomit milik BANDORA sendiri, perusahaan memilih skema “MAKLON UPAH GILING”. Dalam sistem ini, bahan baku dolomit hasil tambang BIG dan SANTRI Grup akan digiling di pabrik pihak ketiga dengan ukuran mesh 100, lalu dikemas dalam volume tertentu sesuai spesifikasi pasar.
Gus Lilur juga menjelaskan kepada publik bahwa maklon adalah sistem jasa produksi pihak ketiga. Istilah ini berasal dari bahasa Belanda maakloon yang berarti “biaya produksi”. Dalam konteks industri dolomit, BANDORA akan menggunakan fasilitas penggilingan eksternal sembari menyiapkan pabrik milik sendiri. “Begitu pabrik BANDORA berdiri, sistem maklon akan dihentikan dan semua produksi dilakukan secara mandiri,” tegasnya.
Pembangunan pabrik dolomit BANDORA direncanakan dimulai pada awal 2026. Lokasi pabrik tengah dikaji dengan mempertimbangkan akses bahan baku, energi, dan distribusi. “Kami tidak hanya ingin menjual dolomit, tetapi membangun ekosistem industri mineral rakyat yang berkeadilan,” ujar Gus Lilur.
Dolomit dikenal luas sebagai mineral pengapuran yang dapat menetralkan keasaman tanah, memperbaiki struktur, dan meningkatkan ketersediaan unsur hara. Dalam konteks nasional, SATARA diharapkan menjadi solusi nyata bagi petani dalam meningkatkan produktivitas pertanian, khususnya di lahan-lahan marginal yang selama ini kurang subur.
Yang menarik, proses produksi SATARA melibatkan jaringan SANTRI Grup sebagai kontraktor tambang. Gus Lilur yang dikenal sebagai tokoh pesantren progresif memandang keterlibatan santri dalam sektor tambang sebagai bentuk jihad ekonomi. “Santri bukan hanya pandai mengaji, tapi juga mampu mengelola bumi dengan amanah,” tuturnya.
Dalam narasi besar yang dibangun, proyek SATARA adalah pengejawantahan ekonomi gotong royong ala pesantren, dari tambang hingga pasar. Keuntungan tidak hanya mengalir ke korporasi, tetapi juga ke masyarakat desa, tenaga kerja tambang, dan pelaku UMKM yang terlibat dalam rantai distribusi.
Tiga entitas besar, yakni Bandar Indonesia Grup (BIG), SANTRI Grup, dan BANDORA Grup, menjadi pilar utama dalam inisiatif ini. BIG sebagai induk, SANTRI sebagai pelaksana, dan BANDORA sebagai pengolah serta pemasar. Sinergi ini menjadi model baru kolaborasi bisnis yang berlandaskan nilai keumatan dan kebangsaan.
Pemilihan tanggal 10 November memiliki makna simbolik yang dalam. “Kami ingin meneladani semangat para pahlawan yang rela berkorban demi tanah air. SATARA adalah bentuk pengorbanan dan perjuangan ekonomi kami untuk negeri,” ujar Gus Lilur dengan nada tegas.
Visi besar SATARA adalah menciptakan ekosistem agrikultur yang mandiri dan berdaulat. Dolomit ini bukan semata komoditas industri, melainkan alat perjuangan untuk mengembalikan keseimbangan ekologis dan kemandirian pangan nasional.
Mulai 10 November 2025, produk Dolomit SATARA akan resmi beredar di pasaran nasional. BANDORA Grup menargetkan pasar utama di Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, dan Nusa Tenggara, sebelum memperluas jangkauan ke Sumatera dan Kalimantan.
Dalam strategi pemasaran, SATARA akan dihadirkan bukan hanya sebagai produk, tetapi sebagai gerakan: Gerakan Sahabat Tanah Nusantara. Branding ini mengandung nilai kebanggaan nasional, kesadaran lingkungan, dan semangat kemandirian ekonomi rakyat.
Beberapa pesantren pertanian di Jawa Timur dikabarkan sudah menyatakan dukungannya terhadap SATARA. Mereka melihat produk ini sebagai peluang sinergi untuk memperkuat ekonomi pesantren sekaligus mendukung ketahanan pangan berbasis komunitas.
Selain peluncuran produk, BANDORA juga menyiapkan program edukasi untuk petani mengenai manfaat dan teknik penggunaan dolomit. Edukasi ini akan dikemas dalam format pelatihan lapangan dengan pendekatan pesantren dan kearifan lokal.
“Pahlawan hari ini bukan hanya mereka yang berjuang dengan senjata, tapi juga mereka yang menghidupkan tanah dan memberi makan bangsanya,” ungkap Gus Lilur dalam pernyataan penutupnya. “SATARA hadir untuk menjadi pahlawan bagi tanah Indonesia.”
SATARA bukan sekadar bisnis dolomit, melainkan bagian dari gerakan besar “Santri Industrial Revolution”, di mana santri tidak hanya berkhidmat di ruang spiritual, tetapi juga menjadi motor industri dan ekonomi bangsa.
Setiap aktivitas tambang di bawah SANTRI Grup diklaim akan mengikuti prinsip green mining, termasuk reklamasi lahan pasca-tambang dan penanaman kembali vegetasi lokal. “Kami menggali bumi tanpa melukai bumi,” tegas Gus Lilur.
Visi besar BIG–BANDORA–SANTRI Grup adalah menciptakan model bisnis yang adil, transparan, dan berkelanjutan, di mana seluruh pihak yang terlibat memperoleh manfaat ekonomi yang proporsional.
Gus Lilur menutup pesannya dengan ajakan kepada generasi muda: “Mari kita jadi pahlawan ekonomi baru. Mulailah dengan mencintai tanahmu, menghargai hasilnya, dan mengolahnya dengan ilmu serta iman.”
Dengan semangat Hari Pahlawan, peluncuran SATARA diharapkan menjadi tonggak kebangkitan ekonomi mineral rakyat yang menempatkan santri, petani, dan rakyat kecil di posisi strategis pembangunan nasional.
Setelah peluncuran, BANDORA berencana mengembangkan varian produk dolomit lainnya, termasuk dolomit cair dan dolomit organik, sebagai inovasi ramah lingkungan untuk pertanian modern.
Langkah ini menjadi bagian dari strategi jangka panjang menuju kedaulatan ekonomi nasional berbasis sumber daya lokal, di mana setiap butir tanah Nusantara kembali bernilai bagi bangsanya sendiri.
Melalui SATARA, Gus Lilur dan grup korporasinya berupaya menjadikan dolomit bukan sekadar mineral tambang, melainkan simbol perjuangan, kemandirian, dan kecintaan terhadap tanah air. SATARA (Sahabat Tanah Nusantara) hadir sebagai Pahlawan Tanah Nusantara.
Gus Lilur menutup pemaparannya dengan kalimat yang sarat makna ideologis:
“Salam Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”
Kalimat itu menjadi semacam deklarasi bahwa perjuangan ekonomi berbasis sumber daya alam harus berpihak pada rakyat dan lingkungan.
Tertanda:
HRM Khalilur R Abdullah Sahlawiy (Gus Lilur)
Founder & Owner:
- BIG – Bandar Indonesia Grup
- SANTRI Grup
- BANDORA Grup
- SATARA – Sahabat Tanah Nusantara
(Sumber: WAG Wartawan Premium)












