SITUBONDO – Pemerintah Kabupaten Situbondo menunjukkan komitmen kuat dalam mewujudkan masyarakat yang inklusif dan ramah disabilitas. Hal ini ditandai dengan dilaksanakannya sosialisasi Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 10 Tahun 2025 tentang Pedoman Pembentukan Desa dan Kelurahan Inklusi Disabilitas, Kamis (10/7/25), di Pendopo Kabupaten Situbondo.
Perbup ini menjadi tonggak penting dalam penyelenggaraan tata kelola pemerintahan desa dan kelurahan yang inklusif. Regulasi tersebut memuat Ketentuan Umum, Kerja Sama Berbasis Replikasi Model Desa/Kelurahan Percontohan, Mekanisme Penilaian Dan Penghargaan, hingga Pembinaan, Pengawasan, dan Pendanaan untuk memastikan keberlanjutan program.
Acara ini diprakarsai oleh PPDIS (Pelopor Peduli Disabilitas Situbondo) sebagai leading sektor. Hadir sebagai undangan antara lain Wakil Bupati Situbondo Ulfiyah (Mbak Ulfi), Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), para kepala desa dan lurah dari wilayah inklusi, serta elemen masyarakat dan organisasi disabilitas.
Dalam sambutannya, Mbak Ulfi menyampaikan bahwa Perbup ini merupakan bentuk nyata keberpihakan pemerintah terhadap kelompok rentan, terutama penyandang disabilitas. “Peraturan ini ditujukan untuk menciptakan lingkungan desa dan kelurahan yang lebih inklusif, dengan harapan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa implementasi Perbup Nomor 10 Tahun 2025 sejalan dengan visi-misi RPJMD Kabupaten Situbondo, khususnya dalam mewujudkan pemerataan kesejahteraan sosial, ketentraman masyarakat, serta perlindungan terhadap perempuan, anak, dan penyandang disabilitas.
Menurutnya, seluruh elemen masyarakat diharapkan terlibat aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program inklusi ini. “Pembentukan struktur kader disabilitas dan kelompok disabilitas secara partisipatif di setiap desa dan kelurahan merupakan langkah utama,” tegasnya.
Mbak Ulfi juga mengajak semua organisasi perangkat daerah (OPD), camat, kepala desa, lurah, pendamping desa, dan organisasi kemasyarakatan agar bersinergi dan menunjukkan dedikasi tinggi untuk menyukseskan program inklusi ini.
“Perbup ini bukan hanya dokumen administratif. Ia adalah semangat perubahan. Sebuah visi tentang desa yang ramah bagi semua warganya, tanpa kecuali,” tambahnya.
Setelah beberapa sambutan, acara dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh tim PPDIS dan sesi diskusi yang interaktif. Antusiasme peserta terlihat dari banyaknya pertanyaan dan sharing pengalaman yang mencerminkan komitmen bersama membangun desa inklusif.
Ketua PPDIS Luluk Ariyantiny (Mbak Luluk) dalam wawancara usai kegiatan menyampaikan bahwa pasca sosialisasi ini akan digelar Festival Desa Inklusi sebagai bentuk percepatan penerapan perbup di tingkat desa. “Kami berharap, tidak hanya delapan desa dampingan PPDIS yang menjadi inklusif, tetapi seluruh desa di Situbondo bisa berproses menuju arah yang sama,” katanya.
Mbak Luluk menambahkan, akan diperkenalkan pula Forum Sahabat Disabilitas yang akan menjadi mitra bagi desa dalam membangun inklusi. Forum ini terdiri dari perwakilan wilayah barat, tengah, dan timur Kabupaten Situbondo, sehingga dapat menjangkau kebutuhan lokal secara merata.
Delapan desa dampingan PPDIS tersebar di tiga kecamatan, yakni Panji, Mangaran, dan Kapongan. Dua desa terbaik saat ini adalah Desa Trebungan dan Desa Tanjung Glugur di Kecamatan Mangaran yang telah menunjukkan komitmen luar biasa.
“Desa Trebungan bahkan menganggarkan Rp 40 juta untuk kegiatan kader disabilitas desa (KDD). Mereka melibatkan penyandang disabilitas sebagai panitia di berbagai kegiatan desa. Ini bentuk partisipasi yang nyata, bukan simbolik,” jelas Mbak Luluk.
Ia mengapresiasi keterbukaan kepala desa dan kolaborasi yang erat dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), yang berhasil mendorong penyandang disabilitas menjadi subjek pembangunan. Salah satunya, keterlibatan mereka dalam proses Musrenbang dan pengambilan keputusan.
Dalam penilaian menuju Hari Disabilitas Internasional pada Desember 2025 mendatang, PPDIS akan melakukan evaluasi terhadap desa-desa mulai September. Indikator penilaian mencakup keberadaan kelompok KDD, regulasi lokal (Perdes), serta aksesibilitas fisik dan sosial.
“Kami memberi waktu kepada desa untuk berproses. Hadiah bukanlah tujuan utama, tapi motivasi agar semua bergerak,” tegas Mbak Luluk.
Ia juga menyebut bahwa beberapa desa mulai bergerak meski belum menjadi desa dampingan resmi, seperti Desa Sumberwaru dan Desa Kandang. Kedua desa ini bahkan telah menyusun Perdes dan membentuk KDD secara mandiri.
Salah satu tujuan utama dari Perbup ini, lanjut Mbak Luluk, adalah memastikan bahwa penyandang disabilitas tidak lagi hanya menjadi objek penerima bantuan, tapi juga pelaku pembangunan. “Kami ingin mereka mandiri, punya usaha, dan berdaya,” tuturnya.
Di delapan desa dampingan, kelompok usaha bersama sudah mulai tumbuh, seperti produksi keripik, kerupuk, hingga rengginang. Proses ini, kata Mbak Luluk, adalah contoh nyata dari pemberdayaan berbasis komunitas.
Sosialisasi ini diharapkan menjadi awal dari gerakan masif menuju Situbondo yang inklusif, adil, dan setara. Dengan regulasi yang jelas, komitmen pemimpin, dan partisipasi aktif masyarakat, desa-desa di Situbondo berpeluang besar menjadi model nasional dalam membangun lingkungan inklusi disabilitas yang sejati.