Berita  

Suara Lantang Petani Tebu: Pasar Dikuasai Gula Rafinasi, Negara Diminta Hadir

Nasim Khan langsung ambil langkah taktis

SITUBONDO – Jeritan hati petani tebu menggema dari ladang-ladang di Jawa Timur hingga ke ruang-ruang pengambilan kebijakan di pusat. Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPP APTRI) yang juga menjabat sebagai Ketua DPD APTRI Jawa Timur, menyuarakan keresahan kolektif para petani. Dalam pernyataan terbuka, ia menggambarkan kondisi genting industri gula rakyat yang kian terhimpit oleh dominasi gula rafinasi di pasar tradisional.

Musim giling tebu tahun 2025, yang seharusnya menjadi momentum panen manis, justru diwarnai kepahitan. “Kami sepakat dan mendukung percepatan swasembada gula nasional. Tapi, apa yang dicanangkan Pak Menteri lewat arahan Presiden tidak ditindaklanjuti secara serius oleh para pemangku kebijakan,” tegasnya.

Ia mengungkap bahwa selama enam musim giling terakhir, gula petani tidak terserap pasar. Pedagang enggan membeli. Di pasar-pasar tradisional, justru gula rafinasi dan “gula fit” merajalela—dua produk yang menurutnya tidak seharusnya berada di sana.

Gula fit, yang disebut-sebut sebagai varian dari Gula Kristal Rafinasi (GKR) dengan tambahan vitamin, telah menjadi perhatian serius. “Ini masalah nasional. Gula fit ini bahan bakunya dari rafinasi, yang seyogianya hanya untuk industri makanan dan minuman. Tapi kenyataannya, mereka bermain di pasar konsumsi,” ujarnya dengan nada geram.

Ia menyayangkan lemahnya pengawasan terhadap distribusi gula. “Kita sudah menanam di bumi Nusantara, tapi hasilnya tidak diserap. Kami kehabisan tenaga, bahkan sudah 45 hari tidak menerima pembayaran. Kami kelabakan,” lanjutnya.

Dok.Foto: Sekjen DPP APTRI sekaligus Ketua DPD APTRI Jawa Timur

Pemerintah memang menjanjikan bantuan. Menteri Pertanian disebut telah menjanjikan alokasi dana Rp1,5 triliun yang akan digeser ke IDFood untuk menyerap gula petani. Tapi menurutnya, ini bukan solusi jangka panjang.

“Yang kami butuhkan adalah pasar yang menyerap gula kami. Pedagang mau membeli dan menjual kembali. Ini tanggung jawab negara. Negara harus hadir,” katanya penuh penekanan.

Baca Juga:
Dua Pengedar Narkoba Berhasil Di Amankan Satresnarkoba Polrestabes Surabaya

Ia juga menyoroti pembiaran oleh oknum-oknum tertentu yang merusak pasar. “GKR untuk industri. GKP (Gula Kristal Putih) untuk konsumsi. Kalau ini dicampur aduk, maka petani yang jadi korban. Apakah ini demi keuntungan kelompok tertentu? Ini mengorbankan swasembada dan kedaulatan pangan,” ungkapnya dengan nada kecewa.

Dalam kondisi krisis ini, para petani menyampaikan harapan besar kepada Anggota DPR RI, Nasim Khan. “Kami butuh support dan dukungan Bang Nasim. Saat ini tidak ada pedagang besar mau membeli gula petani. Harga anjlok. Sudah satu bulan tebu kami belum dibayar karena gula tidak laku,” ujar seorang petani dalam surat terbuka.

Mereka berharap, lewat dukungan Nasim Khan, tata niaga gula bisa ditata ulang. “Semoga ada jalan untuk kesejahteraan petani tebu rakyat. Kita harus berjuang bersama-sama,” tambahnya.

Menanggapi kegelisahan petani, Nasim Khan mengaku telah menyuarakan keresahan tersebut ke berbagai instansi terkait, termasuk Komisi IV DPR RI, Kementerian BUMN, Perdagangan, hingga SGN dan DANANTARA.

“Saya khawatir petani yang beberapa tahun terakhir mulai percaya menanam tebu akan kapok. Saya sudah infokan semuanya ke kementerian dan BUMN terkait,” ucap Nasim.

Ia menegaskan, pengendalian distribusi gula rafinasi harus dimaksimalkan agar tidak bocor ke pasar konsumsi. “Doa bi doa, semoga ke depan sektor pergulaan Indonesia lebih baik,” pungkasnya.

Gula rafinasi di Indonesia diimpor oleh perusahaan-perusahaan anggota Asosiasi Gula Kristal Rafinasi Indonesia (AGRI). Setidaknya 11 perusahaan terdaftar sebagai pemegang izin impor raw sugar dari Thailand, Brasil, dan Australia untuk diolah menjadi GKR. Mereka adalah:

1. PT Angels Products

2. PT Jawamanis Rafinasi

3. PT Sentra Usahatama Jaya

4. PT Permata Dunia Sukses Utama

Baca Juga:
Warga Sumber Canting di Bondowoso Ambil Alih Perbaikan Jalan Rusak

5. PT Dharmapala Usaha Sukses

6. PT Sugar Labinta

7. PT Duta Sugar International

8. PT Makassar Tene

9. PT Berkah Manis Makmur

10. PT Andalan Furnindo

11. PT Medan Sugar Industry

Proses perizinan ini melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan. Salah satu syarat utamanya adalah bahwa gula rafinasi tidak boleh masuk ke pasar konsumsi umum.

Namun kenyataannya, banyak pihak menilai pengawasan di lapangan lemah. Gula rafinasi membanjiri pasar tradisional, menekan harga gula petani, dan merusak ekosistem niaga nasional.

Para petani dan pegiat industri gula meminta negara tidak lagi diam. “Kami ini tulang punggung swasembada gula. Kalau kami dibiarkan mati, maka mimpi swasembada hanya akan tinggal retorika,” ujar Sekjen DPP APTRI.

Ia pun menutup pernyataan dengan seruan moral, “Kami mencintai NKRI. Kami ingin kibarkan merah putih dari ladang-ladang tebu kami. Tapi tolong, jangan biarkan kami berjuang sendiri. Sudahkah para pengambil kebijakan benar-benar memperjuangkan hak rakyat?”

Keluhan ini menjadi peringatan bahwa swasembada pangan tidak bisa dicapai jika para petani terus diabaikan. Suara mereka bukan sekadar keluhan—tapi seruan untuk keadilan dalam tata niaga nasional.

Penulis: Hamzah/TimEditor: Redaksi
error: